JINAYAH
Dalam ilmu
fiqih persoalan – persoalan mengenai perbuatan kejahatan dan sangsi hukum yang
dikenakan terhadap pelakunya dibicarakan dalam bab jarimah atau uqubah. Jarimah
menjangkau dua kelompok pembahasan yaitu jinayah dan hudud. Jinayah yaitu pembahasan
mengenai tindak kejahatan pembunuhan dan penganiayaan serta sangsi hukumnya
seperti qishash, diyat dan kaffarah. Sedangkan hudud
membahas tentang tindak kejahatan selain pembunuhan dan penganiayaan seperti
berzina, qadzaf, mencuri, merampok dan lain – lain serta sangsi hukum yang
dikenakan atas pelaku – pelaku kejahatan tersebut.
1.
PEMBUNUHAN
A.
Pengertian Pembunuhan
Membunuh artinya melenyapkan nyawa
seseorang dengan sengaja atau tidak sengaja, dengan menggunakan alat mematikan
ataupun tidak mematikan.
B.
Macam – macam Pembunuhan
Pembunuhan
dibedakan menjadi tiga yaitu pembunuhan sengaja (قَتْلُ عَمْدٍ),
pembunuhan
seperti sengaja (قَتْلُ
شِبْهِ عَمْدٍ ), dan
Pembunuhan Tersalah (قَتْلُ
خَطَإٍ)
1. Pembunuhan sengaja (قَتْلُ عَمْد) yaitu pembunuhan terencana dengan menggunakan alat atau
cara – cara yang biasanya mematikan seseorang. Dalam konteks pembunuhan sengaja
pelaku pembunuhan harus sudah baligh, dan korban terbunuh adalah orang
baik-baik yang terjaga darahnya.
Contoh
: Seseorang merencanakan pembunuhan terhadap temannya karena dendam dan pada
suatu hari niat tersebut benar – benar dilakukannya dengan cara meracun korban
hingga mati.
2. Pembunuhan
seperti sengaja (قَتْلُ
شِبْهِ عَمْدٍ)
yaitu satu perbuatan yang dilakukan seseorang tanpa didasari niat membunuh,
dengan alat yang tidak mematikan, akan tetapi menyebabkan kematian orang lain.
Contoh : Seseorang yang dengan sengaja memukulkan sapu kepada temannya, dan
akibat perbuatan tersebut temannya mati.
3. Pembunuhan
tersalah (قَتْلُ خَطَإٍ ) yaitu pembunuhan yang
terjadi karena salah satu dari tiga kemungkinan. Pertama; salah dalam
perbuatan, kedua; salah dalam maksud, ketiga; kelalaian. Contoh
pembunuhan tersalah sebagaimana berikut :
·
Pemburu yang
membidikkan senapannya kepada binatang, akan tetapi targetnya melesat dan
mengenai seseorang hingga meninggal. Kesalahan ini disebut salah dalam
perbuatan.
·
Seseorang menembak
orang lain yang ia sangka musuh dalam peperangan hingga mati, dan ternyata
korban terbunuh adalah kawannya sendiri. Kesalahan seperti ini disebut
salah dalam maksud.
·
Seseorang yang terjatuh
dari tangga dan menimpa bayi yang berada
di bawahnya hingga mati. Perbuatan ini masuk dalam kategori kelalaian.
C.
Dasar Hukum Larangan Membunuh
Membunuh adalah perbuatan yang dilarang
dalam Islam, karena Islam menghormati dan melindungi hak hidup setiap manusia.
Firman Allah SWT :
وَلَا
تَقْتُلُوْاالنَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِالْحَقِّ
Artinya : “Dan janganlah kamu membunuh
jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan suatu alasan yang
benar” (QS. Al Isra : 33)
D.
Hukuman bagi pelaku pembunuhan
Orang yang membunuh setidaknya telah
melangggar tiga macam hak, yaitu; hak Allah, hak ahli waris dan hak orang yang
terbunuh. Artinya, balasan di dunia diserahkan kepada ahli waris korban, apakah
pembunuh akan di qishash atau dimaafkan. Jika pembunuh dimaafkan, maka wajib
baginya membayar diyat kepada ahli waris korban.
Sedangkan mengenai hak Allah, akan
diberikan di akhirat nanti, apakah pembunuh akan dimaafkan Allah karena telah
melaksanakan kaffarah atau akan disiksa di akhirat kelak.
Berikut keterangan singkat tentang
hukuman bagi pembunuh sesuai dengan macamnya :
1.
Pembunuhan
sengaja
Hukuman bagi pelaku pembunuhan sengaja
adalah qishash yaitu pelaku harus dibunuh. Dalam hal ini hakim menjadi
pelaksana qishash, keluarga korban tidak diperbolehkan main hakim sendiri.
Jika keluarga korban memaafkan pelaku
pembunuhan, maka hukumannya adalah membayar diyat mughalladzah (denda berat)
yang diambilkan dari harta pembunuh dan dibayarkan secara tunai. Selain itu
pembunuh juga harus menunaikan kaffarah.
2.
Pembunuhan
seperti sengaja
Pelaku pembunuhan seperti sengaja tidak
diqishash. Ia dihukum dengan membayar diyat mughaladzah (denda berat) yang
diambilkan dari harta keluarganya dan dapat dibayarkan secara bertahap selama
tiga tahun kepada keluarga korban, setiap tahunnya sepertiga. Selain itu
pembunuh juga harus melaksanakan kaffarah. Nabi bersabda :
مَنْ قَتَلَ
مُتَعَمِّدًا دُفِعَ إِلَى أَوْلِيَاءِ الْمَقْتُوْلِ. فَإِنْ شَاءُوْا قَتَلُوْا،
وَ إِنْ شَاءُوْا أَخَذُوْا الدِّيَةَ وَ هِيَ ثَلَاثُوْنَ حِقَّةً وَ ثَلَاثُوْنَ
جَدْعَةً وَ أَرْبَعُوْنَ خِلْفَةً ( رواه الترمذي )
Artinya : “Barang siapa membunuh
dengan sengaja, ia diserahkan kepada keluarga terbunuh. Jika mereka (keluarga
terbunuh) menghendaki, mereka dapat mengambil qishash. Dan jika mereka
menghendaki (tidak mengambil qishash) mereka dapat mengambil diyat berupa 30
ekor hiqqah, 30 ekor jad’ah, dan 40 ekor khilfah” (H.R. Turmudzi)
Hadits Rasulullah tersebut merupakan
dalil diwajibkannya diyat mughaladzah bagi pelaku tindak pembunuhan sengaja
(yang dimaafkan keluarga korban) dan pelaku tindak pembunuhan semi sengaja.
3.
Pembunuhan
tersalah
Hukuman bagi
pembunuhan tersalah adalah membayar diyat mukhaffafah (denda ringan) yang
diambilkan dari harta keluarga pembunuh dan dapat dibayarkan secara bertahap
selama tiga tahun kepada keluarga korban, setiap tahunnya sepertiga. Rasulullah
Saw bersabda:
دِيَةُ الْخَطَاءِ أَخْمَاسًا عِشْرُوْنَ حِقَّةً، وَ عِشْرٌوْنَ جَذَعَةً،
وَ عِشْرُوْنَ بِنْتَ مَخَاضٍ، وَ عِشْرُوْنَ بِنْتَ لَبُوْنٍ، وَ عِشْرُوْنَ
ابْنَ لَبُوْنٍ (رواه الدار قطنى)
Artinya: “Diyat
khoto’ itu terdiri dari 5 macam hewan. 20 ekor unta berumur empat tahun, 20
ekor unta berumur limat tahun, 20 ekor unta betina berumur 1 tahun, 20 ekor
unta betina berumur dua tahun, dan 20 ekor unta jantan berumur dua tahun.”
(H.R. Darul Quthni)
Selain itu
pembunuh juga harus melaksanakan kifarat. Firman Allah SWT :
…وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَئًا فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ
مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ…
Artinya : “Dan barang siapa membunuh
seorang mu’min karena tersalah (hendaklah) ia harus memerdekakan seorang hamba
sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya
(yang terbunuh)” (QS. Annisa: 92)
E.
Pembunuhan secara berkelompok ( قَتْلُ الْجَمَاعَةِ عَلَى
وَاحِدٍ )
Apabila
sekelompok orang secara bersama–sama membunuh seseorang, maka mereka harus diqishash.
Hal ini disandarkan pada pernyataan Umar bin khattab terkait praktik pembunuhan
secara berkelompok yang diriwayatkan imam Syafi’i berikut
:
عَنْ
سَعِيْدِ ابْنِ الْمُسَيَّبِ أَنَّ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَتَلَ خَمْسَةً
أَوْسِتَّةً قَتَلُوْا رَجُلًا غِيْلَةً بِمَوْضِعٍ خَالٍ، وَقَالَ: لَوْ
تَمَالَأَ عَلَيْهِ أَهْلُ صَنْعَاءَ لَقَتَلْتُهُمْ بِهِ جَمِيْعًا. (رواه
الشّافعي)
Artinya : “Dari Sa’id bin Musayyab
bahwa Umar ra telah menghukum bunuh lima atau enam orang yang telah membunuh
seseorang laki – laki secara dzalim (dengan ditipu) di tempat sunyi. Kemudian
ia berkata : Seandainya semua penduduk sun’a secara bersama – sama membunuhnya
niscaya akan aku bunuh semua.” (Diriwayatkan asy-Syafi’i)
F.
Hikmah larangan membunuh
Islam menerapkan hukuman yang tepat guna
memelihara kehormatan dan keselamatan jiwa manusia. Pelaku tindak pembunuhan
diancam dengan qishash di dunia dan neraka jahannam di akhirat. Diantara dalil yang menjelaskan tentang
hukuman bagi pembunuh adalah :
·
Firman Allah ta’ala
dalam surat an-Nisa ayat 93 :
مَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ
جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيْهَا وَ غَضِبَ اللهُ عَلَيْهِ وَ لَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ
عَذَابًا عَظِيْمًا
Artinya: “Dan
barang siapa membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah
neraka jahannam, ia kekal di dalamnya, dan Allah murka kepadanya, mengutuknya,
dan menyediakan adzab yang besa baginya.”(Q.S. an-Nisa’: 93)
·
Sabda
Rasulullah Saw :
الْعَمْدُ قَوَدٌ إِلَّا أَنْ يَعْفُوَ وَلِيُّ
الْمَقْتُوْلِ
Artinya:
“Pembunuhan sengaja (hukumannya) adalah qishash, kecuali jika wali korban
memaafkan.”(H.R. Abu Dawud)
Hukuman berat
bagi pembunuh dimaksudkan agar tak seorangpun berani menghilangkan nyawa orang
lain, hingga rasa aman dan tentram akan dirasakan semua elemen masyarakt tanpa
terkecuali.
II. PENGANIAYAAN
A.
Pengertian penganiayaan
Yang dimaksud penganiayaan disini adalah perbuatan pidana (tindak kejahatan),
yang berupa melukai, merusak atau menghilangkan fungsi anggota tubuh.
B. Macam – macam
penganiayaan
Penganiayaan
dibagi menjadi dua macam yaitu penganiayaan berat dan penganiayaan ringan.
Pertama: Penganiayaan berat yaitu perbuatan melukai atau
merusak bagian badan yang menyebabkan hilangnya manfaat atau fungsi anggota
badan tersebut, seperti memukul tangan sampai patah, merusak mata sampai buta
dan lain sebagainya
Kedua: Penganiayaan ringan yaitu perbuatan melukai bagian badan yang tidak
sampai merusak atau menghilangkan fungsinya melainkan hanya menimbulkan cacat
ringan seperti melukai hingga menyebabkan luka ringan.
C. Dasar hukuman
tindak aniaya
Perbuatan
menganiaya orang lain tanpa alasan yang dibenarkan dalam Islam dilarang.
Larangan berbuat aniaya ini sama dengan larangan membunuh orang lain tanpa
dasar. Allah berfirman dalam surat surat al-Maidah ayat 45 :
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيْهَا
أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْأَنْفَ بِالْأَنْفِ
وَاْلأُذُنَ بِالْأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوْحَ قِصَاصٌ
Artinya : “ Dan Kami telah tetapkan
terhadap mereka didalamnya (At – Taurat) bahwasannya jiwa (dibalas) dengan
jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi
dengan gigi dan luka – lukapun ada qishashnya.” (Q.S. al-Maidah: 45)
III.
QISHASH
A.
Pengertian qishash
Menurut syara’ qishash ialah hukuman
balasan yang seimbang bagi pelaku pembunuhan maupun perusakan atau penghilangan
fungsi anggota tubuh orang lain yang dilakukan dengan sengaja.
B.
Macam – macam qishash
Berdasarkan pengertian di atas maka
qishash dibedakan menjadi dua yaitu :
1.
Qishash
pembunuhan (yang merupakan hukuman bagi pembunuh).
2.
Qishash anggota badan
(yang merupakan hukuman bagi pelaku tindak pidana melukai, merusak atau
menghilangkan manfaat / fungsi anggota badan).
C.
Hukum qishash
Hukuman mengenai qishash ini, baik
qishash pembunuhan maupun qishah anggota badan, dijelaskan dalam al – qur’an
surat Al Maidah: 45 :
وَكَتَبْنَا
عَلَيْهِمْ فِيْهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ
وَالْأَنْفَ بِالْأَنْفِ وَاْلأُذُنَ بِالْأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ
وَالْجُرُوْحَ قِصَاصٌ ج فَمَنْ تَصَدَّقَ
بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ ج وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ
فَأُلَئِكَ هُمُ الظَّالِمُوْنَ
Artinya : “ Dan Kami telah tetapkan
terhadap mereka didalamnya (At – Taurat) bahwasannya jiwa (dibalas) dengan
jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi
dengan gigi dan luka – lukapun ada qishashnya. Barang siapa melepaskan ( hak qishashnya
) akan melepaskan hak itu ( menjadi ) penebus dosa baginya. Barang siapa yang
tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu
adalah orang – orang yang dzalim.” (QS. Al – Maidah : 45 )
D.
Syarat – syarat qishash
Hukum qishash wajib dilakukan apabila
memenuhi syarat-syarat sebagaimana berikut :
1. Orang
yang terbunuh terpelihara darahnya (orang yang benar-benar baik). Jika seorang
mukmin membunuh orang kafir, orang murtad, pezina yang sudah pernah menikah,
ataupun seorang pembunuh, maka dalam hal ini hukuman qishash tidak berlaku.
Rasulullah Saw bersabda:
لَايُقْتَلُ مُسْلِمٌ
بِكَافِرٍ (رواه البخاري)
Artinya : “Tidak dibunuh seorang
muslim yang membunuh orang kafir.” ( HR. Bukhari)
Hadits di atas menjelaskan bahwa seorang
muslim yang membunuh orang kafir tidak diqishash. Pun demikian, harus dipahami
bahwa orang kafir terbagi menjadi dua; pertama; kafir harby, dan kedua;
kafir dzimmi.
v Kafir
harby adalah kelompok kafir yang melakukan tindak kedzaliman kepada kalangan
muslimin hingga sampai pada tahapan “memerangi”. Seorang muslim yang membunuh
kelompok kafir ini tidak diqishash dan tidak dikenai hukuman apapun.
v Adapun
kafir dzimmi adalah kelompok kafir yang berada di bawah kekuasaan penguasa
muslim dan berinteraksi secara damai dengan kalangan muslimin. Penguasa muslim
berhak menghukum seorang muslim yang membunuh kafir dzimmi. Semakin jelas
disini, bahwa pada prinsipnya seorang muslim harus menghargai siapapun,
termasuk juga kalangan non muslim, selama mereka tidak berniat menghancurkan
dinul Islam dan mendzalimi kalangan muslimin.
2.
Pembunuh
sudah baligh dan berakal, sebagaimana sabda Rasulullah saw :
عَنْ عَائِشَةَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهَا عَنِ النَّبِيِّ ص.م. قَالَ : رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ
ثَلَاثَةٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَ عَنِ الصَّغِيْرِ حَتَّى
يَكْبَرَ وَ عَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يَعْقِلَ أَوْ يُفِيْقَ (رواه أحمد و أبو
داود)
Artinya : “Dari Aisyah ra bahwa Nabi
saw bersabda: terangkat hukum (tidak kena hukum) dari tiga orang yaitu; orang
tidur hingga ia bangun, anak – anak hingga ia dewaasa, dan orang gila hingga ia
sembuh dari gilanya.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)
3. Pembunuh bukan bapak
(orang tua) dari terbunuh.
Jika seorang bapak (orang tua) membunuh
anaknya maka ia tidak diqishash.
Rasulullah Saw bersabda
:
لَا يُقْتَلُ وَالِدٌ بِوَلَدِهِ (رواه أحمد و الترمذي)
Artinya: “Tidak
dibunuh seorang bapak (orang tua) yang membunuh anaknya.” (H.R. Ahmad dan
Turmudzi)
Umar bin Khattab
dalam satu kesempatan juga berkata :
سَمِعْتُ رَسُوْلَ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمِ قَالَ: لَا يُقَاصُ الْوَالِدُ
بِالْوَلَدِ (رواه الترميذي)
Artinya : “Aku pernah mendengar
Rasulullah saw bersabda : Tidak boleh
bapak (orang tua) diqishash karena sebab ( membunuh ) anaknya.” (HR. Turmudzi).
Dalam hal ini hakim berhak menjatuhkan
hukuman ta’zir kepada orang tua tersebut, semisal mengasingkannya dalam rentang
waktu tertentu atau hukuman lain yang dapat membuatnya jera.
Adapun
jika seorang anak membunuh orang tuanya maka ia wajib diqishash.
4. Orang yang dibunuh sama derajatnya
dengan orang yang membunuh, seperti Islam dengan Islam, merdeka dengan merdeka
dan hamba dengan hamba. Allah berfirman:
يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ أمنواكُتِبَ عَلَيْكُمُ اْلقِصَاصُ فِي الْقَتْلَىصلى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَاْلأُنْثَى بِالْأُنْثَىج...
Artinya : “ Hai orang – orang yang
beriman diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang – orang yang
dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita
dengan wanita.’ (QS. Al – Baqarah : 178 )
5. Qishash dilakukan dalam hal yang
sama, jiwa dengan jiwa, mata dengan mata, dan lain sebagainya. Sebagaimana
firman Allah Swt dalam surat al-Maidah ayat 45 yang telah kita bahas kandungan
umumnya pada halaman sebelumnya :
وَكَتَبْنَا
عَلَيْهِمْ فِيْهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ
وَاْلأَنْفَ بِالْأَنْفِ وَالْأُذُنَ بِالْأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ
وَالْجُرُوْحَ قِصَاصٌج ...
Artinya : “ Dan Kami telah tetapkan
terhadap mereka didalamnya (At – Taurat) bahwasannya jiwa (dibalas) jiwa, mata
dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi dan
luka – lukiapun ada qishashnya.” (QS. Al – Maidah : 45 )
E.
Hikmah Qishash
Qishash baik yang terkait pada al-jinayah
‘alan nafsi (tindak pidana pembunuhan) ataupun al-jinayah ‘ala ma dunan
nafsi (tindak pidana yang berupa merusak anggota badan ataupun
menghilangkan fungsinya) akan menimbulkan banyak efek positif. Yang terpenting
diantaranya adalah:
1.
Dapat memberikan
pelajaran bagi kita bahwa neraca keadilan harus ditegakkan. Betapa tinggi nilai
jiwa dan badan manusia, jiwa diganti dengan jiwa, anggota badan juga diganti
dengan anggota badan.
2.
Dapat memelihara
keamanan dan ketertiban. Karena dengan adanya qishash orang akan berfikir lebih
jauh jika akan melakukan tindak pidana pembunuhan ataupun penganiayaan.
Disinilah qishash memiliki peran penting dalam menjauhkan manusia dari nafsu
membunuh ataupun menganiaya orang lain, hingga akhirnya manusia akan merasakan
atmosfer kehidupan yang penuh dengan keamanan, kedamaian dan ketertiban.
3.
Dapat mencegah
pertentangan dan permusuhan yang mengundang terjadinya pertumpahan darah. Dalam
konteks ini qishash memiliki andil besar membantu program negara dalam usaha memberantas berbagai macam praktik
kejahatan hingga ketentraman dan keamanan masyarakat terjamin. Hal ini Allah
tegaskan dalam firman-Nya:
وَلَكُمْ فِي
الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَأُولِى الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
Artinya : “ Dan dalam qishash itu ada
jaminan (kelangsungan hidup bagimu), hai orang – orang yang berakal, supaya
kamu bertaqwa.” (QS. Al – Baqarah : 179 ).
IV. DIYAT
A.
Pengertian Diyat
Diyat adalah sejumlah harta yang wajib
diberikan kepada pihak terbunuh atau teraniaya. Maksud disyariatkannya diyat
adalah mencegah praktik pembunuhan atau penganiayaan terhadap seseorang yang
sudah semestinya mendapatkan jaminan perlindungan jiwa.
B.
Sebab – sebab ditetapkannya diyat
Diyat
wajib dibayarkan karena beberapa sebab berikut;
1. Pembunuhan sengaja yang pelakunya
dimaafkan pihak terbunuh (keluarga korban). Dalam hal ini pembunuh tidak
diqishash, akan tetapi wajib baginya menyerahkan diyat kepada keluarga korban.
2. Pembunuhan seperti sengaja.
3. Pembunuhan tersalah.
4. Pembunuh lari, akan tetapi
identitasnya sudah diketahui secara jelas. Dalam konteks semisal ini, diyat
dibebankan kepada keluarga pembunuh.
5. Qishash sulit dilaksanakan. Ini
terjadi pada jinayah ‘ala ma dunan nafsi (tindak pidana yang terkait
dengan melukai anggota badan atau menghilangkan fungsinya).
C.
Macam – macam Diyat
Diyat dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Diyat Mughalladzah atau denda berat.
Teknis diyat
mughaladzah adalah membayarkan 100 ekor unta yang terdiri dari :
Ø 30
hiqqah ( unta betina berumur 3-4 tahun ),
Ø 30
jadza’ah (unta betina berumur 4-5 tahun ) dan
Ø 40 unta khilfah ( unta yang sedang bunting ).
Yang wajib membayarkan
diyat mughaladzah adalah:
a.
Pelaku tindak pidana pembunuhan sengaja yang dimaafkan oleh keluarga korban.
Dalam hal ini diyat harus diambilkan dari hartanya dan dibayarkan secara kontan
sebagai pengganti qishash.
Rasulullah Saw bersabda :
مَنْ
قَتَلَ مُتَعَمِّدًادُفِعَ إِلَى أَوْلِيَاءِ الْمَقْتُوْلِ فَإِنْ شَاءُوْا
قَتَلُوْا وَإِنْ شَاءُوْا أَخَذُوْا الدِّيَةَ وَهِيَ ثَلَاثُوْنَ حِقَّةً وَ
ثَلَاثُوْنَ جَذْعَةً وَ أَرْبَعُوْنَ خِلْفَةً. (رواه الترميذي)
Artinya : “Barang siapa yang membunuh
dengan sengaja, (hukumannya) harus menyerahkan diri kepada keluarga korban,
jika mereka menghendaki dapat mengambil qishash, dan jika mereka tidak
menghendaki ( mengambil qishash) , mereka dapat mengambil diyat berupa 30
hiqqah ( unta betina berumur 3-4 tahun ), 30 jadza’ah (unta betina berumur 4-5
tahun ) dan unta khilfah ( unta yang sedang bunting )”(HR.Turmudzi(.
b.
Pelaku pembunuhan seperti sengaja. Diyat mughaladzah pada kasus pembunuhan
seperti sengaja ini dibebankan kepada keluarga pembunuh dan diberikan kepada
keluarga korban dengan cara diangsur selama tiga tahun, setiap tahunnya dibayar
sepertiga.
c.
Pelaku Pembunuhan di tanah haram (Mekkah), atau pada asyhurul hurum (Muharram,
Rajab, Dzulqo’dah, Dzulhijjah), atau pembunuhan yang dilakukan seseorang
terhadap mahramnya.
2. Diyat Mukhaffafah atau denda ringan.
Diyat mukhoffafah yang dibayarkan kepada
keluarga korban ini berupa 100 ekor unta, terdiri dari :
Ø 20
unta hiqqah (unta betina berumur 3-4 tahun),
Ø 20
unta jadza’ah (unta betina berumur 4-5 tahun),
Ø 20
unta binta makhath ( unta betina lebih dari 1 tahun),
Ø 20
unta binta labun (unta betina umur lebih dari 2 tahun), dan 20 unta ibna labun
(unta jantan berumur lebih dari 2 tahun).
Yang wajib membayarkan
diyat mukhaffafah adalah:
a.
Pelaku pembunuhan tersalah, dengan tekhnis pembayaran diangsur selama 3 tahun, setiap tahunnya sepertiga dari jumlah
diyat.
Rasulullah bersabda :
دِيَةُ الْخَطَأِ
أَخْمَاسًا, عِشْرُوْنَ حِقَّةً وَ عِشْرُوْنَ بِنْتَ مَخَاضٍ وَ عِشْرُوْنَ
بِنْتَ لَبُوْنٍ وَ عِشْرُوْنَ اِبْنَ لَبُوْنٍ. (رواه دارقطني)
Artinya : “ Diyat khatha’
diperincikan lima macam, yaitu 20 unta hiqqah, 20 unta jadza’ah, 20 unta binta
makhath ( unta betina lebih dari 1 tahun), 20 unta binta labun (unta betina
umur lebih dari 2 tahun), dan 20 unta ibnu labun (unta jantan berumur lebih
dari 2 tahun) (HR.Daruquthni)
b.
Pelaku tindak pidana yang berupa menciderai anggota tubuh, atau menghilangkan
fungsinya yang dimaafkan oleh korban atau keluarganya.
Jika
diyat tidak bisa dibayarkan dengan unta, maka diyat wajib dibayarkan dengan
sesuatu yang seharga dengan unta.
D.
Diyat karena kejahatan melukai atau memotong anggota badan
Aturan diyat untuk kejahatan melukai
atau memotong anggota badan tidak seperti aturan diyat pembunuhan. Berikut
penjelasan ringkasnya :
1. Wajib
membayar satu diyat penuh berupa 100 ekor unta, apabila seseorang menghilangkan
anggota badan tunggal (lidah, hidung, kemaluan laki – laki) atau sepasang
anggota badan (sepasang mata, sepasang telinga, sepasang tangan dan lain –
lain). Dalam hadits yang diriwayatkan Jabir Rasul saw bersabda :
وَفِى
الرِّجْلَيْنِ الدِّيَةُ (أخرجه أبو داود
و غيره)
Artinya : “Pada (memotong) kedua kaki
satu diyat penuh
Dalam hadits lain Rasulullah Saw
bersabda :
وَفِى
الْيَدَيْنِ الدِّيَةُ (أخرجه أبو داود و
غيره)
Artinya : “Pada (memotong) kedua
tangan satu diyat penuh
Kedua riwayat tersebut menegaskan bahwa
pelaku tindak pidana pemotongan anggota tubuh tunggal ataupun berpasangan wajib
membayar diyat penuh setelah korban atau keluarga korban memaafkannya. Jika
korban ataupun keluarga korban tak memaafkannya maka ia diqishash.
2. Wajib membayar setengah diyat berupa 50
ekor unta, jika seseorang memotong salah satu anggota badan yang berpasangan
semisal satu tangan, satu kaki, satu mata, satu telinga dan lain sebagainya.
Terkait dengan hal ini Rasulullah bersabda :
وَفِى اْلأُذُنِ
خَمْسُوْنَ مِنَ الْإِبِلِ. (رواه البيهقي)
Artinya : “Dalam merusak satu telinga
wajib membayar 50 ekor unta” (HR.Baihaqi dan Daruquthni)
3. Wajib membayar sepertiga diyat
apabila melukai anggota badan sampai organ dalam, semisal melukai kepala sampai
otak.
4. Wajib membayar 15 ekor unta jika
seseorang melukai orang lain hingga menyebabkan kulit yang ada di atas tulang
terkelupas.
5. Wajib membayar 10 ekor unta bagi seseorang yang melukai orang lain hingga
mengakibatkan jari-jari tangannya atau kakinya putus (setiap jari 10 ekor
unta).
6. Wajib membayar 5 ekor unta bagi
seseorang yang melukai orang lain hingga menyebabkan giginya patah atau lepas
(setiap gigi 5 ekor unta).
Adapun tekhnis pembayaran diyat, jika
diyat tidak bisa dibayarkan dengan unta, maka ia bisa digantikan dengan uang seharga
unta tersebut. Ketentuan – ketentuan yang belum ada aturan hukumnya diserahkan
sepenuhnya kepada kebijaksanaan hakim.
E.
Hikmah Diyat
Hikmah terbesar
ditetapkannya diyat adalah mencegah pertumpahan darah serta sebagai obat hati
dari rasa dendam keluarga korban terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan
ataupun penganiayaan.
Kita dapat merasakan
hikmah diwajibkannya diyat saat kita menelaah secara seksama bahwa keluarga
korban mempunyai 2 pilihan. Pertama; meminta qishash, kedua; memaafkan pelaku tindak
pembunuhan atau penganiayaan dengan kompensasi diyat. Dan saat pilihan kedua
dipilih keluarga korban, maka secara tidak langsung keluarga korban telah
mengikhlaskan apa yang telah terjadi, hati mereka menjadi bersih dari amarah
ataupun rasa dendam yang akan dilampiaskan kepada pelaku tindak pembunuhan
ataupun penganiayaan.
Walaupun secara
manusiawi rasa sakit hati ataupun dendam tidak bisa dihilangkan begitu saja
dengan diterimanya diyat, tetapi karena keluarga korban telah berniat dari awal
“untuk memaafkan pelaku tindak pidana” maka dorongan batin itu lambat laun akan
menetralisir suasana hingga akhirnya keluarga korban benar-benar bisa memaafkan
pelaku tindak pidana setelah mereka menerima diyat.
Sampai titik ini,
semakin bisa dirasakan bahwa diyat merupakan media syar’i efektif pencegah
pertumpahan darah dan penghilang rasa sakit hati atau dendam keluarga korban
terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan ataupun penganiayaan.
V.
KAFFARAH
A.
Pengertian kaffarah
Kata kaffarah merupakan redaksi hiperbolis
(sighah mubalaghah) dari kata kufr yang artinya tertutup.
Maksudnya, tertutupnya hati seseorang hingga ia berani melakukan pelanggaran
terhadap aturan syar’i.
Sedangkan menurut makna terminologi
(istilah) kaffarah adalah denda yang wajib dibayarkan oleh seseorang yang telah
melanggar larangan Allah tertentu. Kaffarah merupakan tanda taubat kepada Allah
dan penebus dosa.
B.
Macam-macam kaffarah
Berikut penjelasan singkat macam-macam
kaffarah :
1.
Kaffarah Pembunuhan
Agama Islam sangat melindungi jiwa.
Darah tidak boleh ditumpahkan tanpa sebab-sebab yang dilegalkan oleh syariat.
Karenanya, seorang yang membunuh orang lain selain dihadapkan pada salah satu
dari 2 pilihan yaitu; dibunuh atau membayar diyat, ia juga diwajibkan membayar
kaffarah.
Kaffarah bagi pembunuh adalah
memerdekakan budak muslim. Jika ia tak mampu melakukannya maka pilihan
selanjutnya adalah berpuasa 2 bulan berturut-turut. Hal ini sebagaimana
diterangkan Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 92 :
...وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ
مُؤْمِنَةٍ وَ دِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ إِلَّا أَنْ يَصَّدَّقُوْاج فَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ
مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍصلىوَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ
بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيْثَاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ
وَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍصلىفَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ
مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللهِ...
Artinya : “Dan barang siapa membunuh
seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya
yang mukmin serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (yang
terbunuh), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (yang
terbunuh) dari orang (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan
kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diyat yang diserahkan kepada
keluarganya (yang terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman.
Basrang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh)
berpuasa dua bulan berturut – turut untuk penerimaan taubat dari Allah (QS.An –
Nisa’ : 92)
2. Kaffarah Dzihar
Dzihar adalah perkataan
seorang suami kepada istrinya,”Anti ‘alayya kadhohri ummi” (kau bagiku
seperti punggung ibuku). Pada masa jahiliyyah dzihar dianggap sebagai thalaq.
Akan tetapi setelah syariah islamiyyah turun, ketetapan hukum dzihar yang
berlaku di kalangan masyarakat jahiliyyah dibatalkan. Syariat Islam menegaskan
bahwa dzihar bukanlah thalaq, dan pelaku dzihar wajib menunaikan kaffarah
dzihar sebelum ia melakukan hubungan biologis dengan istrinya.
Kaffarah seorang suami
yang mendzihar istrinya adalah, memerdekakan hamba sahaya. Jika ia tak mampu
melakukannya, maka ia beralih pada pilihan kedua yaitu berpuasa 2 bulan
berturut-turut. Dan jika ia masih juga tak mampu melakukannya, maka ia
mengambil pilihan terakhir yaitu memberikan makan 60 fakir miskin.
3. Kaffarah melakukan hubungan biologis
di siang hari pada bulan Ramadhan
Kaffarah yang ditetapkan untuk pasangan
suami istri yang melakukan hubungan biologis pada siang hari di bulan Ramadhan
sama dengan kaffarah dzihar ditambah qadha sebanyak jumlah hari mereka
melakukan hubungan biologis di siang hari bulan Ramadhan.
4. Kaffarah
karena melanggar sumpah
Kaffarah bagi seorang yang bersumpah atas nama Allah kemudian ia
melanggarnya adalah memberi makan 10 fakir miskin, atau memberi pakaian kepada
mereka, atau memerdekakan budak. Jika ketiga hal
tersebut tak mampu ia lakukan, maka diwajibkan baginya puasa 3 hari
berturut-turut. Dalil naqli terkait hal ini adalah firman Allah ta’ala dalam
surat al-Maidah ayat 89.
5. Kaffarah ila’
Ila’ adalah sumpah
suami untuk tidak melakukan hubungan biologis dengan istrinya dalam masa
tertentu. Semisal perkataan suami kepada istrinya,”Wallâhi lâ ujâmi’uka”
(demi Allah aku tidak akan menggaulimu). Konsekuensi yang muncul karena ila’
adalah suami membayar kaffarah ila’ yang jenisnya sama dengan kaffarah yamîn
(kaffarah melanggar sumpah).
6. Kaffarah karena membunuh binantang
buruan pada saat berihram.
Kaffarah jenis ini adalah mengganti
binatang ternak yang seimbang, atau memberi makan orang miskin, atau berpuasa.
Aturan kaffarah ini Allah jelaskan dalam surat al-Maidah ayat 95.
C. Hikmah Kaffarah
Secara umum, hikmah
kaffarah terangkum dalam 3 pointer berikut ;
1. Menyadarkan manusia
bahwa ia telah berbuat dosa kepada Allah dan merugikan manusia lainnya.
2. Menuntun manusia
agar segera bertaubat kepada Allah atas tindak maksiat yang ia lakukan hingga
dosanya dileburkan Allah.
3. Menstabilakan mental
manusia, hingga ia merasakan ketenangan diri karena tuntunan agama (membayar
kaffarah) telah ia tunaikan. Jinayah adalah pembahasan mengenai tindak pidanan
pembunuhan dan penganiayaan serta sangsi hukumnya seperti qishash, diyat, dan
kaffarah.
Sumber : Buku Fiqih Kelas XI Kurikulum 2013
No comments:
Post a Comment