Urutan Kepangkatan PNS

Tuesday, March 28, 2017

Jinayah



JINAYAH
Dalam ilmu fiqih persoalan – persoalan mengenai perbuatan kejahatan dan sangsi hukum yang dikenakan terhadap pelakunya dibicarakan dalam bab jarimah atau uqubah. Jarimah menjangkau dua kelompok pembahasan yaitu jinayah dan hudud. Jinayah yaitu pembahasan mengenai tindak kejahatan pembunuhan dan penganiayaan serta sangsi hukumnya seperti qishash, diyat dan kaffarah. Sedangkan hudud membahas tentang tindak kejahatan selain pembunuhan dan penganiayaan seperti berzina, qadzaf, mencuri, merampok dan lain – lain serta sangsi hukum yang dikenakan atas pelaku – pelaku kejahatan tersebut.
1. PEMBUNUHAN
A. Pengertian Pembunuhan
Membunuh artinya melenyapkan nyawa seseorang dengan sengaja atau tidak sengaja, dengan menggunakan alat mematikan ataupun tidak mematikan.
B. Macam – macam Pembunuhan
Pembunuhan dibedakan menjadi tiga yaitu pembunuhan sengaja (قَتْلُ عَمْدٍ), pembunuhan seperti sengaja (قَتْلُ شِبْهِ عَمْدٍ ), dan Pembunuhan Tersalah (قَتْلُ خَطَإٍ)
1.   Pembunuhan sengaja (قَتْلُ عَمْد) yaitu pembunuhan terencana dengan menggunakan alat atau cara – cara yang biasanya mematikan seseorang. Dalam konteks pembunuhan sengaja pelaku pembunuhan harus sudah baligh, dan korban terbunuh adalah orang baik-baik yang terjaga darahnya.
Contoh : Seseorang merencanakan pembunuhan terhadap temannya karena dendam dan pada suatu hari niat tersebut benar – benar dilakukannya dengan cara meracun korban hingga mati.
2.   Pembunuhan seperti sengaja (قَتْلُ شِبْهِ عَمْدٍ) yaitu satu perbuatan yang dilakukan seseorang tanpa didasari niat membunuh, dengan alat yang tidak mematikan, akan tetapi menyebabkan kematian orang lain. Contoh : Seseorang yang dengan sengaja memukulkan sapu kepada temannya, dan akibat perbuatan tersebut temannya mati.
3.   Pembunuhan tersalah (قَتْلُ خَطَإٍ ) yaitu pembunuhan yang terjadi karena salah satu dari tiga kemungkinan. Pertama; salah dalam perbuatan, kedua; salah dalam maksud, ketiga; kelalaian. Contoh pembunuhan tersalah sebagaimana berikut  :
·      Pemburu yang membidikkan senapannya kepada binatang, akan tetapi targetnya melesat dan mengenai seseorang hingga meninggal. Kesalahan ini disebut salah dalam perbuatan.
·      Seseorang menembak orang lain yang ia sangka musuh dalam peperangan hingga mati, dan ternyata korban terbunuh adalah kawannya sendiri. Kesalahan seperti ini disebut salah dalam maksud.
·      Seseorang yang terjatuh dari tangga dan menimpa bayi yang  berada di bawahnya hingga mati. Perbuatan ini masuk dalam kategori kelalaian.
C. Dasar Hukum Larangan Membunuh
Membunuh adalah perbuatan yang dilarang dalam Islam, karena Islam menghormati dan melindungi hak hidup setiap manusia. Firman Allah SWT :
وَلَا تَقْتُلُوْاالنَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِالْحَقِّ
Artinya : “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan suatu alasan yang benar” (QS. Al Isra : 33)
D. Hukuman bagi pelaku pembunuhan
Orang yang membunuh setidaknya telah melangggar tiga macam hak, yaitu; hak Allah, hak ahli waris dan hak orang yang terbunuh. Artinya, balasan di dunia diserahkan kepada ahli waris korban, apakah pembunuh akan di qishash atau dimaafkan. Jika pembunuh dimaafkan, maka wajib baginya membayar diyat kepada ahli waris korban.
Sedangkan mengenai hak Allah, akan diberikan di akhirat nanti, apakah pembunuh akan dimaafkan Allah karena telah melaksanakan kaffarah atau akan disiksa di akhirat kelak.
Berikut keterangan singkat tentang hukuman bagi pembunuh sesuai dengan macamnya  :
1.      Pembunuhan sengaja
Hukuman bagi pelaku pembunuhan sengaja adalah qishash yaitu pelaku harus dibunuh. Dalam hal ini hakim menjadi pelaksana qishash, keluarga korban tidak diperbolehkan main hakim sendiri.
Jika keluarga korban memaafkan pelaku pembunuhan, maka hukumannya adalah membayar diyat mughalladzah (denda berat) yang diambilkan dari harta pembunuh dan dibayarkan secara tunai. Selain itu pembunuh juga harus menunaikan kaffarah.
2.      Pembunuhan seperti sengaja
Pelaku pembunuhan seperti sengaja tidak diqishash. Ia dihukum dengan membayar diyat mughaladzah (denda berat) yang diambilkan dari harta keluarganya dan dapat dibayarkan secara bertahap selama tiga tahun kepada keluarga korban, setiap tahunnya sepertiga. Selain itu pembunuh juga harus melaksanakan kaffarah. Nabi bersabda :
مَنْ قَتَلَ مُتَعَمِّدًا دُفِعَ إِلَى أَوْلِيَاءِ الْمَقْتُوْلِ. فَإِنْ شَاءُوْا قَتَلُوْا، وَ إِنْ شَاءُوْا أَخَذُوْا الدِّيَةَ وَ هِيَ ثَلَاثُوْنَ حِقَّةً وَ ثَلَاثُوْنَ جَدْعَةً وَ أَرْبَعُوْنَ خِلْفَةً ( رواه الترمذي )
Artinya : “Barang siapa membunuh dengan sengaja, ia diserahkan kepada keluarga terbunuh. Jika mereka (keluarga terbunuh) menghendaki, mereka dapat mengambil qishash. Dan jika mereka menghendaki (tidak mengambil qishash) mereka dapat mengambil diyat berupa 30 ekor hiqqah, 30 ekor jad’ah, dan 40 ekor khilfah” (H.R. Turmudzi)
Hadits Rasulullah tersebut merupakan dalil diwajibkannya diyat mughaladzah bagi pelaku tindak pembunuhan sengaja (yang dimaafkan keluarga korban) dan pelaku tindak pembunuhan semi sengaja.
3.        Pembunuhan tersalah
Hukuman bagi pembunuhan tersalah adalah membayar diyat mukhaffafah (denda ringan) yang diambilkan dari harta keluarga pembunuh dan dapat dibayarkan secara bertahap selama tiga tahun kepada keluarga korban, setiap tahunnya sepertiga. Rasulullah Saw bersabda:
دِيَةُ الْخَطَاءِ أَخْمَاسًا عِشْرُوْنَ حِقَّةً، وَ عِشْرٌوْنَ جَذَعَةً، وَ عِشْرُوْنَ بِنْتَ مَخَاضٍ، وَ عِشْرُوْنَ بِنْتَ لَبُوْنٍ، وَ عِشْرُوْنَ ابْنَ لَبُوْنٍ (رواه الدار قطنى)
Artinya: “Diyat khoto’ itu terdiri dari 5 macam hewan. 20 ekor unta berumur empat tahun, 20 ekor unta berumur limat tahun, 20 ekor unta betina berumur 1 tahun, 20 ekor unta betina berumur dua tahun, dan 20 ekor unta jantan berumur dua tahun.” (H.R. Darul Quthni)
Selain itu pembunuh juga harus melaksanakan kifarat. Firman Allah SWT :
…وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَئًا فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ…
Artinya : “Dan barang siapa membunuh seorang mu’min karena tersalah (hendaklah) ia harus memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (yang terbunuh)” (QS. Annisa: 92)

E. Pembunuhan secara berkelompok ( قَتْلُ الْجَمَاعَةِ عَلَى وَاحِدٍ )
Apabila sekelompok orang secara bersama–sama membunuh seseorang, maka mereka harus diqishash. Hal ini disandarkan pada pernyataan Umar bin khattab terkait praktik pembunuhan secara berkelompok yang diriwayatkan imam Syafi’i berikut  :
عَنْ سَعِيْدِ ابْنِ الْمُسَيَّبِ أَنَّ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَتَلَ خَمْسَةً أَوْسِتَّةً قَتَلُوْا رَجُلًا غِيْلَةً بِمَوْضِعٍ خَالٍ، وَقَالَ: لَوْ تَمَالَأَ عَلَيْهِ أَهْلُ صَنْعَاءَ لَقَتَلْتُهُمْ بِهِ جَمِيْعًا. (رواه الشّافعي)
Artinya : “Dari Sa’id bin Musayyab bahwa Umar ra telah menghukum bunuh lima atau enam orang yang telah membunuh seseorang laki – laki secara dzalim (dengan ditipu) di tempat sunyi. Kemudian ia berkata : Seandainya semua penduduk sun’a secara bersama – sama membunuhnya niscaya akan aku bunuh semua.” (Diriwayatkan asy-Syafi’i)
F. Hikmah larangan membunuh
Islam menerapkan hukuman yang tepat guna memelihara kehormatan dan keselamatan jiwa manusia. Pelaku tindak pembunuhan diancam dengan qishash di dunia dan neraka jahannam di akhirat.  Diantara dalil yang menjelaskan tentang hukuman bagi pembunuh adalah  :
·         Firman Allah ta’ala dalam surat an-Nisa ayat 93  :
مَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيْهَا وَ غَضِبَ اللهُ عَلَيْهِ وَ لَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيْمًا
Artinya: “Dan barang siapa membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka jahannam, ia kekal di dalamnya, dan Allah murka kepadanya, mengutuknya, dan menyediakan adzab yang besa baginya.”(Q.S. an-Nisa’: 93)
·         Sabda Rasulullah Saw  :
الْعَمْدُ قَوَدٌ إِلَّا أَنْ يَعْفُوَ وَلِيُّ الْمَقْتُوْلِ
Artinya: “Pembunuhan sengaja (hukumannya) adalah qishash, kecuali jika wali korban memaafkan.”(H.R. Abu Dawud)
Hukuman berat bagi pembunuh dimaksudkan agar tak seorangpun berani menghilangkan nyawa orang lain, hingga rasa aman dan tentram akan dirasakan semua elemen masyarakt tanpa terkecuali.

II. PENGANIAYAAN
A. Pengertian penganiayaan
Yang dimaksud penganiayaan disini adalah perbuatan pidana (tindak kejahatan), yang berupa melukai, merusak atau menghilangkan fungsi anggota tubuh.
B. Macam – macam penganiayaan
Penganiayaan dibagi menjadi dua macam yaitu penganiayaan berat dan penganiayaan ringan.
Pertama: Penganiayaan berat yaitu perbuatan melukai atau merusak bagian badan yang menyebabkan hilangnya manfaat atau fungsi anggota badan tersebut, seperti memukul tangan sampai patah, merusak mata sampai buta dan lain sebagainya
Kedua:  Penganiayaan ringan yaitu perbuatan melukai bagian badan yang tidak sampai merusak atau menghilangkan fungsinya melainkan hanya menimbulkan cacat ringan seperti melukai hingga menyebabkan luka ringan.
C. Dasar hukuman tindak aniaya
Perbuatan menganiaya orang lain tanpa alasan yang dibenarkan dalam Islam dilarang. Larangan berbuat aniaya ini sama dengan larangan membunuh orang lain tanpa dasar. Allah berfirman dalam surat surat al-Maidah ayat 45 :
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيْهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْأَنْفَ بِالْأَنْفِ وَاْلأُذُنَ بِالْأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوْحَ قِصَاصٌ­­
Artinya : “ Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka didalamnya (At – Taurat) bahwasannya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi dan luka – lukapun ada qishashnya.” (Q.S. al-Maidah: 45)

III. QISHASH
A. Pengertian qishash
Menurut syara’ qishash ialah hukuman balasan yang seimbang bagi pelaku pembunuhan maupun perusakan atau penghilangan fungsi anggota tubuh orang lain yang dilakukan dengan sengaja.
B. Macam – macam qishash
Berdasarkan pengertian di atas maka qishash dibedakan menjadi dua yaitu :
1.      Qishash pembunuhan (yang merupakan hukuman bagi pembunuh).
2.      Qishash anggota badan (yang merupakan hukuman bagi pelaku tindak pidana melukai, merusak atau menghilangkan manfaat / fungsi anggota badan).
C. Hukum qishash
Hukuman mengenai qishash ini, baik qishash pembunuhan maupun qishah anggota badan, dijelaskan dalam al – qur’an surat Al Maidah: 45  :
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيْهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْأَنْفَ بِالْأَنْفِ وَاْلأُذُنَ بِالْأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوْحَ قِصَاصٌ ج فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ ج وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُلَئِكَ هُمُ الظَّالِمُوْنَ
Artinya : “ Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka didalamnya (At – Taurat) bahwasannya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi dan luka – lukapun ada qishashnya. Barang siapa melepaskan ( hak qishashnya ) akan melepaskan hak itu ( menjadi ) penebus dosa baginya. Barang siapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang – orang yang dzalim.” (QS. Al – Maidah : 45 )
D. Syarat – syarat qishash
Hukum qishash wajib dilakukan apabila memenuhi syarat-syarat sebagaimana berikut  :
1. Orang yang terbunuh terpelihara darahnya (orang yang benar-benar baik). Jika seorang mukmin membunuh orang kafir, orang murtad, pezina yang sudah pernah menikah, ataupun seorang pembunuh, maka dalam hal ini hukuman qishash tidak berlaku. Rasulullah Saw bersabda:
لَايُقْتَلُ مُسْلِمٌ بِكَافِرٍ (رواه البخاري)
Artinya : “Tidak dibunuh seorang muslim yang membunuh orang kafir.” ( HR. Bukhari)
Hadits di atas menjelaskan bahwa seorang muslim yang membunuh orang kafir tidak diqishash. Pun demikian, harus dipahami bahwa orang kafir terbagi menjadi dua; pertama; kafir harby, dan kedua; kafir dzimmi.
v  Kafir harby adalah kelompok kafir yang melakukan tindak kedzaliman kepada kalangan muslimin hingga sampai pada tahapan “memerangi”. Seorang muslim yang membunuh kelompok kafir ini tidak diqishash dan tidak dikenai hukuman apapun.
v  Adapun kafir dzimmi adalah kelompok kafir yang berada di bawah kekuasaan penguasa muslim dan berinteraksi secara damai dengan kalangan muslimin. Penguasa muslim berhak menghukum seorang muslim yang membunuh kafir dzimmi. Semakin jelas disini, bahwa pada prinsipnya seorang muslim harus menghargai siapapun, termasuk juga kalangan non muslim, selama mereka tidak berniat menghancurkan dinul Islam dan mendzalimi kalangan muslimin.
2.  Pembunuh sudah baligh dan berakal, sebagaimana sabda Rasulullah saw :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا عَنِ النَّبِيِّ ص.م. قَالَ : رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَ عَنِ الصَّغِيْرِ حَتَّى يَكْبَرَ وَ عَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يَعْقِلَ أَوْ يُفِيْقَ (رواه أحمد و أبو داود)
Artinya : “Dari Aisyah ra bahwa Nabi saw bersabda: terangkat hukum (tidak kena hukum) dari tiga orang yaitu; orang tidur hingga ia bangun, anak – anak hingga ia dewaasa, dan orang gila hingga ia sembuh dari gilanya.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)
3.  Pembunuh bukan bapak (orang tua) dari terbunuh.
Jika seorang bapak (orang tua) membunuh anaknya maka ia tidak diqishash.
Rasulullah Saw bersabda  :
لَا يُقْتَلُ وَالِدٌ بِوَلَدِهِ   (رواه أحمد و الترمذي)
Artinya: “Tidak dibunuh seorang bapak (orang tua) yang membunuh anaknya.” (H.R. Ahmad dan Turmudzi)
Umar bin Khattab dalam satu kesempatan juga berkata :
سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمِ قَالَ: لَا يُقَاصُ الْوَالِدُ بِالْوَلَدِ (رواه الترميذي)
Artinya : “Aku pernah mendengar Rasulullah  saw bersabda : Tidak boleh bapak (orang tua) diqishash karena sebab ( membunuh ) anaknya.” (HR. Turmudzi).
Dalam hal ini hakim berhak menjatuhkan hukuman ta’zir kepada orang tua tersebut, semisal mengasingkannya dalam rentang waktu tertentu atau hukuman lain yang dapat membuatnya jera.
Adapun jika seorang anak membunuh orang tuanya maka ia wajib diqishash.
4. Orang yang dibunuh sama derajatnya dengan orang yang membunuh, seperti Islam dengan Islam, merdeka dengan merdeka dan hamba dengan hamba. Allah berfirman:

يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ أمنواكُتِبَ عَلَيْكُمُ اْلقِصَاصُ فِي الْقَتْلَىصلى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَاْلأُنْثَى بِالْأُنْثَىج...

Artinya : “ Hai orang – orang yang beriman diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang – orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.’ (QS. Al – Baqarah : 178 )
5. Qishash dilakukan dalam hal yang sama, jiwa dengan jiwa, mata dengan mata, dan lain sebagainya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al-Maidah ayat 45 yang telah kita bahas kandungan umumnya pada halaman sebelumnya :
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيْهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَاْلأَنْفَ بِالْأَنْفِ وَالْأُذُنَ بِالْأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوْحَ قِصَاصٌج ...
Artinya : “ Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka didalamnya (At – Taurat) bahwasannya jiwa (dibalas) jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi dan luka – lukiapun ada qishashnya.” (QS. Al – Maidah : 45 )
E. Hikmah Qishash
Qishash baik yang terkait pada al-jinayah ‘alan nafsi (tindak pidana pembunuhan) ataupun al-jinayah ‘ala ma dunan nafsi (tindak pidana yang berupa merusak anggota badan ataupun menghilangkan fungsinya) akan menimbulkan banyak efek positif. Yang terpenting diantaranya adalah:
1.      Dapat memberikan pelajaran bagi kita bahwa neraca keadilan harus ditegakkan. Betapa tinggi nilai jiwa dan badan manusia, jiwa diganti dengan jiwa, anggota badan juga diganti dengan anggota badan.
2.      Dapat memelihara keamanan dan ketertiban. Karena dengan adanya qishash orang akan berfikir lebih jauh jika akan melakukan tindak pidana pembunuhan ataupun penganiayaan. Disinilah qishash memiliki peran penting dalam menjauhkan manusia dari nafsu membunuh ataupun menganiaya orang lain, hingga akhirnya manusia akan merasakan atmosfer kehidupan yang penuh dengan keamanan, kedamaian dan ketertiban.
3.      Dapat mencegah pertentangan dan permusuhan yang mengundang terjadinya pertumpahan darah. Dalam konteks ini qishash memiliki andil besar membantu program negara dalam usaha memberantas berbagai macam praktik kejahatan hingga ketentraman dan keamanan masyarakat terjamin. Hal ini Allah tegaskan dalam firman-Nya:
وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَأُولِى الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
Artinya : “ Dan dalam qishash itu ada jaminan (kelangsungan hidup bagimu), hai orang – orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa.” (QS. Al – Baqarah : 179 ).
IV. DIYAT
A. Pengertian Diyat
Diyat adalah sejumlah harta yang wajib diberikan kepada pihak terbunuh atau teraniaya. Maksud disyariatkannya diyat adalah mencegah praktik pembunuhan atau penganiayaan terhadap seseorang yang sudah semestinya mendapatkan jaminan perlindungan jiwa.
B. Sebab – sebab ditetapkannya diyat
Diyat wajib dibayarkan karena beberapa sebab berikut;
1. Pembunuhan sengaja yang pelakunya dimaafkan pihak terbunuh (keluarga korban). Dalam hal ini pembunuh tidak diqishash, akan tetapi wajib baginya menyerahkan diyat kepada keluarga korban.
2. Pembunuhan seperti sengaja.
3. Pembunuhan tersalah.
4. Pembunuh lari, akan tetapi identitasnya sudah diketahui secara jelas. Dalam konteks semisal ini, diyat dibebankan kepada keluarga pembunuh.
5. Qishash sulit dilaksanakan. Ini terjadi pada jinayah ‘ala ma dunan nafsi (tindak pidana yang terkait dengan melukai anggota badan atau menghilangkan fungsinya).
C. Macam – macam Diyat
Diyat dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Diyat Mughalladzah atau denda berat.
Teknis diyat mughaladzah adalah membayarkan 100 ekor unta yang terdiri dari  :
Ø  30 hiqqah ( unta betina berumur 3-4 tahun ),
Ø  30 jadza’ah (unta betina berumur 4-5 tahun ) dan
Ø  40  unta khilfah ( unta yang sedang bunting ).

Yang wajib membayarkan diyat mughaladzah adalah:
a. Pelaku tindak pidana pembunuhan sengaja yang dimaafkan oleh keluarga korban. Dalam hal ini diyat harus diambilkan dari hartanya dan dibayarkan secara kontan sebagai pengganti qishash.
Rasulullah Saw bersabda :
مَنْ قَتَلَ مُتَعَمِّدًادُفِعَ إِلَى أَوْلِيَاءِ الْمَقْتُوْلِ فَإِنْ شَاءُوْا قَتَلُوْا وَإِنْ شَاءُوْا أَخَذُوْا الدِّيَةَ وَهِيَ ثَلَاثُوْنَ حِقَّةً وَ ثَلَاثُوْنَ جَذْعَةً وَ أَرْبَعُوْنَ خِلْفَةً. (رواه الترميذي)
Artinya : “Barang siapa yang membunuh dengan sengaja, (hukumannya) harus menyerahkan diri kepada keluarga korban, jika mereka menghendaki dapat mengambil qishash, dan jika mereka tidak menghendaki ( mengambil qishash) , mereka dapat mengambil diyat berupa 30 hiqqah ( unta betina berumur 3-4 tahun ), 30 jadza’ah (unta betina berumur 4-5 tahun ) dan unta khilfah ( unta yang sedang bunting )”(HR.Turmudzi(.
b. Pelaku pembunuhan seperti sengaja. Diyat mughaladzah pada kasus pembunuhan seperti sengaja ini dibebankan kepada keluarga pembunuh dan diberikan kepada keluarga korban dengan cara diangsur selama tiga tahun, setiap tahunnya dibayar sepertiga.
c. Pelaku Pembunuhan di tanah haram (Mekkah), atau pada asyhurul hurum (Muharram, Rajab, Dzulqo’dah, Dzulhijjah), atau pembunuhan yang dilakukan seseorang terhadap mahramnya.

2. Diyat Mukhaffafah atau denda ringan.
Diyat mukhoffafah yang dibayarkan kepada keluarga korban ini berupa 100 ekor unta, terdiri dari  :
Ø 20 unta hiqqah (unta betina berumur 3-4 tahun),
Ø 20 unta jadza’ah (unta betina berumur 4-5 tahun),
Ø 20 unta binta makhath ( unta betina lebih dari 1 tahun),
Ø 20 unta binta labun (unta betina umur lebih dari 2 tahun), dan 20 unta ibna labun (unta jantan berumur lebih dari 2 tahun).

Yang wajib membayarkan diyat mukhaffafah adalah:
a. Pelaku pembunuhan tersalah, dengan tekhnis pembayaran diangsur selama 3  tahun, setiap tahunnya sepertiga dari jumlah diyat.
Rasulullah bersabda  :
دِيَةُ الْخَطَأِ أَخْمَاسًا, عِشْرُوْنَ حِقَّةً وَ عِشْرُوْنَ بِنْتَ مَخَاضٍ وَ عِشْرُوْنَ بِنْتَ لَبُوْنٍ وَ عِشْرُوْنَ اِبْنَ لَبُوْنٍ. (رواه دارقطني)
Artinya : “ Diyat khatha’ diperincikan lima macam, yaitu 20 unta hiqqah, 20 unta jadza’ah, 20 unta binta makhath ( unta betina lebih dari 1 tahun), 20 unta binta labun (unta betina umur lebih dari 2 tahun), dan 20 unta ibnu labun (unta jantan berumur lebih dari 2 tahun) (HR.Daruquthni)
b. Pelaku tindak pidana yang berupa menciderai anggota tubuh, atau menghilangkan fungsinya yang dimaafkan oleh korban atau keluarganya.
Jika diyat tidak bisa dibayarkan dengan unta, maka diyat wajib dibayarkan dengan sesuatu yang seharga dengan unta.
D. Diyat karena kejahatan melukai atau memotong anggota badan
Aturan diyat untuk kejahatan melukai atau memotong anggota badan tidak seperti aturan diyat pembunuhan. Berikut penjelasan ringkasnya  :
1.    Wajib membayar satu diyat penuh berupa 100 ekor unta, apabila seseorang menghilangkan anggota badan tunggal (lidah, hidung, kemaluan laki – laki) atau sepasang anggota badan (sepasang mata, sepasang telinga, sepasang tangan dan lain – lain). Dalam hadits yang diriwayatkan Jabir Rasul saw bersabda  :
وَفِى الرِّجْلَيْنِ الدِّيَةُ  (أخرجه أبو داود و غيره)
Artinya : “Pada (memotong) kedua kaki satu diyat penuh
Dalam hadits lain Rasulullah Saw bersabda  :
وَفِى الْيَدَيْنِ الدِّيَةُ  (أخرجه أبو داود و غيره)
Artinya : “Pada (memotong) kedua tangan satu diyat penuh
Kedua riwayat tersebut menegaskan bahwa pelaku tindak pidana pemotongan anggota tubuh tunggal ataupun berpasangan wajib membayar diyat penuh setelah korban atau keluarga korban memaafkannya. Jika korban ataupun keluarga korban tak memaafkannya maka ia diqishash.
2. Wajib membayar setengah diyat berupa 50 ekor unta, jika seseorang memotong salah satu anggota badan yang berpasangan semisal satu tangan, satu kaki, satu mata, satu telinga dan lain sebagainya. Terkait dengan hal ini Rasulullah bersabda  :
وَفِى اْلأُذُنِ خَمْسُوْنَ مِنَ الْإِبِلِ. (رواه البيهقي)
Artinya : “Dalam merusak satu telinga wajib membayar 50 ekor unta” (HR.Baihaqi dan Daruquthni)
3. Wajib membayar sepertiga diyat apabila melukai anggota badan sampai organ dalam, semisal melukai kepala sampai otak.
4. Wajib membayar 15 ekor unta jika seseorang melukai orang lain hingga menyebabkan kulit yang ada di atas tulang terkelupas.
5. Wajib membayar 10 ekor unta bagi  seseorang yang melukai orang lain hingga mengakibatkan jari-jari tangannya atau kakinya putus (setiap jari 10 ekor unta).
6. Wajib membayar 5 ekor unta bagi seseorang yang melukai orang lain hingga menyebabkan giginya patah atau lepas (setiap gigi 5 ekor unta).   
Adapun tekhnis pembayaran diyat, jika diyat tidak bisa dibayarkan dengan unta, maka ia bisa digantikan dengan uang seharga unta tersebut. Ketentuan – ketentuan yang belum ada aturan hukumnya diserahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan hakim.
E. Hikmah Diyat
Hikmah terbesar ditetapkannya diyat adalah mencegah pertumpahan darah serta sebagai obat hati dari rasa dendam keluarga korban terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan ataupun penganiayaan.
Kita dapat merasakan hikmah diwajibkannya diyat saat kita menelaah secara seksama bahwa keluarga korban mempunyai 2 pilihan. Pertama; meminta qishash, kedua; memaafkan pelaku tindak pembunuhan atau penganiayaan dengan kompensasi diyat. Dan saat pilihan kedua dipilih keluarga korban, maka secara tidak langsung keluarga korban telah mengikhlaskan apa yang telah terjadi, hati mereka menjadi bersih dari amarah ataupun rasa dendam yang akan dilampiaskan kepada pelaku tindak pembunuhan ataupun penganiayaan.
Walaupun secara manusiawi rasa sakit hati ataupun dendam tidak bisa dihilangkan begitu saja dengan diterimanya diyat, tetapi karena keluarga korban telah berniat dari awal “untuk memaafkan pelaku tindak pidana” maka dorongan batin itu lambat laun akan menetralisir suasana hingga akhirnya keluarga korban benar-benar bisa memaafkan pelaku tindak pidana setelah mereka menerima diyat.
Sampai titik ini, semakin bisa dirasakan bahwa diyat merupakan media syar’i efektif pencegah pertumpahan darah dan penghilang rasa sakit hati atau dendam keluarga korban terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan ataupun penganiayaan.

V. KAFFARAH
A. Pengertian kaffarah
Kata kaffarah merupakan redaksi hiperbolis (sighah mubalaghah) dari kata kufr yang artinya tertutup. Maksudnya, tertutupnya hati seseorang hingga ia berani melakukan pelanggaran terhadap aturan syar’i.
Sedangkan menurut makna terminologi (istilah) kaffarah adalah denda yang wajib dibayarkan oleh seseorang yang telah melanggar larangan Allah tertentu. Kaffarah merupakan tanda taubat kepada Allah dan penebus dosa.
B. Macam-macam kaffarah
Berikut penjelasan singkat macam-macam kaffarah  :
1. Kaffarah Pembunuhan
Agama Islam sangat melindungi jiwa. Darah tidak boleh ditumpahkan tanpa sebab-sebab yang dilegalkan oleh syariat. Karenanya, seorang yang membunuh orang lain selain dihadapkan pada salah satu dari 2 pilihan yaitu; dibunuh atau membayar diyat, ia juga diwajibkan membayar kaffarah.
Kaffarah bagi pembunuh adalah memerdekakan budak muslim. Jika ia tak mampu melakukannya maka pilihan selanjutnya adalah berpuasa 2 bulan berturut-turut. Hal ini sebagaimana diterangkan Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 92  :
...وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَ دِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ إِلَّا أَنْ يَصَّدَّقُوْاج فَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍصلىوَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيْثَاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ وَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍصلىفَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللهِ...
Artinya : “Dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang mukmin serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (yang terbunuh), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (yang terbunuh) dari orang (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (yang terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Basrang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut – turut untuk penerimaan taubat dari Allah (QS.An – Nisa’ : 92)
2. Kaffarah Dzihar
Dzihar adalah perkataan seorang suami kepada istrinya,”Anti ‘alayya kadhohri ummi” (kau bagiku seperti punggung ibuku). Pada masa jahiliyyah dzihar dianggap sebagai thalaq. Akan tetapi setelah syariah islamiyyah turun, ketetapan hukum dzihar yang berlaku di kalangan masyarakat jahiliyyah dibatalkan. Syariat Islam menegaskan bahwa dzihar bukanlah thalaq, dan pelaku dzihar wajib menunaikan kaffarah dzihar sebelum ia melakukan hubungan biologis dengan istrinya.
Kaffarah seorang suami yang mendzihar istrinya adalah, memerdekakan hamba sahaya. Jika ia tak mampu melakukannya, maka ia beralih pada pilihan kedua yaitu berpuasa 2 bulan berturut-turut. Dan jika ia masih juga tak mampu melakukannya, maka ia mengambil pilihan terakhir yaitu memberikan makan 60 fakir miskin.
3. Kaffarah melakukan hubungan biologis di siang hari pada bulan Ramadhan
Kaffarah yang ditetapkan untuk pasangan suami istri yang melakukan hubungan biologis pada siang hari di bulan Ramadhan sama dengan kaffarah dzihar ditambah qadha sebanyak jumlah hari mereka melakukan hubungan biologis di siang hari bulan Ramadhan.
4. Kaffarah karena melanggar sumpah
Kaffarah bagi seorang yang bersumpah atas nama Allah kemudian ia melanggarnya adalah memberi makan 10 fakir miskin, atau memberi pakaian kepada mereka, atau memerdekakan budak. Jika ketiga hal tersebut tak mampu ia lakukan, maka diwajibkan baginya puasa 3 hari berturut-turut. Dalil naqli terkait hal ini adalah firman Allah ta’ala dalam surat al-Maidah ayat 89.
5. Kaffarah ila’
Ila’ adalah sumpah suami untuk tidak melakukan hubungan biologis dengan istrinya dalam masa tertentu. Semisal perkataan suami kepada istrinya,”Wallâhi lâ ujâmi’uka” (demi Allah aku tidak akan menggaulimu). Konsekuensi yang muncul karena ila’ adalah suami membayar kaffarah ila’ yang jenisnya sama dengan kaffarah yamîn (kaffarah melanggar sumpah).
6. Kaffarah karena membunuh binantang buruan pada saat berihram.
Kaffarah jenis ini adalah mengganti binatang ternak yang seimbang, atau memberi makan orang miskin, atau berpuasa. Aturan kaffarah ini Allah jelaskan dalam surat al-Maidah ayat 95.

C. Hikmah Kaffarah
Secara umum, hikmah kaffarah terangkum dalam 3 pointer berikut  ;
1. Menyadarkan manusia bahwa ia telah berbuat dosa kepada Allah dan merugikan manusia lainnya.
2. Menuntun manusia agar segera bertaubat kepada Allah atas tindak maksiat yang ia lakukan hingga dosanya dileburkan Allah.
3. Menstabilakan mental manusia, hingga ia merasakan ketenangan diri karena tuntunan agama (membayar kaffarah) telah ia tunaikan. Jinayah adalah pembahasan mengenai tindak pidanan pembunuhan dan penganiayaan serta sangsi hukumnya seperti qishash, diyat, dan kaffarah.


Sumber  : Buku Fiqih Kelas XI Kurikulum 2013



No comments: