1. Proses
Kodifikasi Hadis Masa Khalifah Umar bin Abdul Azis
Pengumpulan dan penyempurnaan hadis terjadi pada
masa pemerintahan khalifah ke-8 Bani Umaiyah, Umar bin Abdul Azis tahun 99 –
101 H. Khalifah Umar menginstruksikan kepada gubernur Madinah yang memerintah
pada waktu itu agar segera mengumumkan pada masyarakat umum tentang gerakan
penghimpun dan penyempurnaan hadis. Kebijakan tersebut dilakukan oleh khalifah
Umar karena kondisi di lapangan, hadis telah diselewengkan dan telah bercampur
aduk dengan ucapan-ucapan israiliyat, hadis difungsikan untuk menguatkan kedudukan
kelompok-kelompok tertentu seperti, Bani Umaiyah, kelompok khawarij dan
kelompok syiah yang saling berebut membuat hadis-hadis untuk menguatkan
eksistensi kelompok masing-masing. Setelah perintah dari gubernur Madinah atas
instruksi dari khalifah Umar bin Abdul Azis, maka berangkatlah sahabat-sahabat
nabi dan beberapa thobiin untuk mencari dan menyeleksi hadis-hadis nabi.
Imam-imam hadis berjuang dngan
sungguh-sunggu, sabar dan
istiqamah di dalam mencari dan melacak sebuah hadis. Mereka
mengembar sampai di
wilayah-wilayah yang setelah
mengetahui bahwa ada sumber hadis di
wiayah terbut. Berhari-hari,
bermnggu-miggu, berbulan –bulan bahkan betahun-tahun
mereka dengan sabar mencari dan
mengejar informasi tentang keberadan sebuha
hadis. Imam-imam hadis
yang sangat terkenal seperti Bukhari, Muslim, Nasai, Turmizi, Ahmad bin
Hambal dan Zarqutni . Merka ini yang dengan
serius meluangkan waktunya mencari,melacak dan
selanjutnya menyeleksi dan
mengimpun hadis. Dengn upaya keras dari
para imam-imam hadis ini, maka
jadilah kitab- kitab hadis
yang sering kita
baca dan mengambil hadis
sebagai rujukan dan refrensi.
2. Proses Perkembangan Ilmu Pengetahuan Masa Bani
Umaiyah I
Perkembangan
ilmu pengetahuan pada zaman permulaan Islam termasuk masa Bani Umaiyah I
meliputi 3 bidang yaitu bidang Diniyah, bidang Tarikh dan bidang Filsafat.
Pembesar Bani Umaiyah tidak berupaya untuk mengembangkan peradaban lainnya.
Akan tetapi Bani Umaiyah secara khusus menyediakan dana tertentu untuk
pengembangan ilmu pengetahuan, para khalifah mengangkat ahli-ahli cerita dan
mempekerjakan mereka dalam lembaga-lembaga ilmu berupa masjid-masjid dan
lembaga lainnya yang disediakan oleh pemerintah. Kebijakan ini mungkin karena
didorong oleh beberapa hal :
1.
Pemerintah Bani Umaiyah I dibina atas
dasar kekerasan karena itu mereka membutuhkan ahli syair, tukang kisah dan ahli
pidato untuk bercerita menghibur para khalifah dan pembesar istana.
2.
Jiwa Bani Umaiyah adalah jiwa Arab murni
yang belum begitu berkenalan dengan filsafat dan tidak begitu serasi dengan
pembahasan agama yang mendalam. Mereka merasa senang dan nikmat dengan
syair-syair yang indah dan khutbah-khutbah balighah (berbahasa indah).
Para
ahli sejarah menyimpulkan bahwa perkembangan gerakan ilmu pengetahuan dan budaya pada masa Bani Umaiyyah I
memfokuskan pada tiga gerakan besar yaitu ;
a)
Gerakan ilmu agama, karena didorong oleh
semangat agama yang sangat kuat pada saat itu.
b)
Gerakan filsafat, karena ahli agama diakhir
daulah Umaiyah I terpaksa
menggunkan filsafat untuk
menghadapi kaum Nasrani dan Yahudi.
c)
Gerakan sejarah, karena ilmu-ilmu agama
memerlukan riwayat.
3. Peradaban yang Tumbuh pada Masa Bani Umaiyah I
Pengembangan
budaya, filsafat dan ilmu pada masa Bani Umaiyah I difokuskan pada beberapa
bidang, diantaranya :
1.
Ilmu
Pengetahuan;
a. Ilmu Tafsir
Setelah
Daulah Umaiyah I berdiri, maka kaum muslim berkhajat kepada hukum dan
undang-undang yang bersumber dari al qur’an sedangkan para qurra dan mufassirin
menjadi tempat bertanya masyarakat dalam bidang hukum. Pada zaman ini
keberadaan tafsir masih berkembang dalam bentuk lisan dan belum dibukukannya.
Ilmu tafsir pada saat itu belum berkembang seperti pada zaman Bani Abasiyah.
b. Ilmu Hadis
Pada
saat mengartikan makna ayat-ayat al qur’an, kadang-kadang para ahli hadis
kesulitan mencari pengertian dalam hadis karena terdapat banyak hadis yang
sebenarnya bukan hadis. Dari kondisi semacam ini maka timbullah usaha para muhaddisin
untuk mencari riwayat dan sanad alhadis, yang proses seperti ini pada akhirnya
berkembang menjadi ilmu hadis dengan segala cabang-cabangnya. Perkembangan
hadist diawali dari masa khalifah Umar bin Abdul Azis dan ulama hadis yang
mula-mula membukukan hadis yaitu Ibnu Az Zuhri atas perintah khalifah Umar bin
Abdul Azis.
c. Ilmu Qiraat
Dalam
sejarah perkembangan ilmu, yang pertama sekali berkembang adalah ilmu qiraat.
Cabang Ilmu ini mempunyai kedudukan yang sangat penting pada permulaan Islam
sehingga orang-orang yang pandai membaca al-quran pada saat itu disebut para
Qurra. Setelah pembukuan dan penyempurnaan al-qur’an pada masa
khulafaurrasyidin dan al-qur’an yang sah dikirim ke berbagai kota wilayah
bagian maka lahirlah dialek bacaan tertentu bagi masing-masing penduduk kota
tersebut dan mereka mengikuti bacaan seorang qari’ yang dianggap sah bacaannya.
Akhirnya mucul dan masyhurlah tujuh macam bacaan yang sekarang terkenal dengan
nama Qiraat sab’ah kemudian selanjutnya ditetapkan sebagai bacaan standar atau
dasar bacaan .
d. Ilmu Nahwu
Memulai
mempelajari tata Bahasa Arab yang dikenal dengan nama nahu adalah ketika
seorang bayi memulai berbicara di lingkungannya. Tanpa tata bahasa maka
pembicaraan tidak akan baik dan benar. Setelah banyak bangsa di luar bangsa
Arab masuk Islam dan sekaligus wilayahnya masuk dalam daerah kekuasaan Islam
maka barulah terasa bagi bangsa Arab dan
mulai di perhatikan degan cara menyusun ilmu nahu. Adapun ilmuwan bidang
bahasa pertama yang tercatat dalam sejarah perkembangan ilmu yang menyusun ilmu
nahu adalah Abu Aswad Ad Dauly yang
wafat tahun 69 H. Tercatat beliau belajar dari shahabat Ali bin Abi Thalib,
dengan demikian ada saja ahli sejarah mengatakan bahwa shaabat Ali bin Abi Thalib-lah adalah
bapaknya ilmu nahu.
e. Tarikh dan Geografi
Penulisan
sejarah Islam dimulai pada saat terjadi peristiwa-peristiwa penting dalam Islam
dan dibukukannya dimulai pada saat Bani Umaiyah dan perkembangan pesat terjadi
pada saat Bani Abasiah. Demikian begitu pesatnya perkembangan sejarah Islam
sehingga para ilmuan berkecimpung dalam bidang itu dapat mengarang kitab-kitab
sejarah yang tidak dapat dihitung banyaknya. Sampai sekarang prestasi penulisan sejarah pada saat
Bani Umaiyah dan Abasiyah tidak dapat ditandingi oleh bangsa manapun, tercatat
nama-nama sejarah kitab sejarah yang ditulis pada zaman itu lebih dari 1.300
judul buku.
f. Seni Bahasa
Umat Islam masa
bani Umaiyah selain telah
mencapai kemajuan dalam politik, ekonomi dan
ilmu pengetahuan,
qiraat, nahu, hadis dan tafsir, dan juga telah tumbuh berkembang seni bahasa.
Pada masa ini seni dan bahasa mengambil tempat yang penting dalam hati pmerintah dan masyarakat Islam pada
umumnya. Pada saat kota-kota seperti Bashra dan Kufah adalah pusat
perkembangan ilmu dan sastra.
Orang-orang Arab muslim berdiskusi dengn
bangsa-bangsa yang telah maju dalam
hal bahasa dan
sastra. Di kota – kota tersebut umat
Islam menyusun riwayat Arab,
seni bahasa dan hikmah atau sejarah,
nahu, sharaf, balaghah dan
juga berdiri
klub-klub para pujangga.
2.
Membentuk dan Menyempurnakan Departeman-departemen
Pemerintahan
Departemen yang
berkembang pada masa
Bani Umaiyah I adalah perkembangan dari pemerintahan sebelunya yaitu
khulafaurrasyidin. Pada masa pemerintahan khalifah Umar, beliau
telah membentuk 5 departemen,
Nidhmul Maaly, Nidhamul harbi, Nidhamul Idary, Nidamul Siashi dan Nidhamul Qadhi. Bentuk departemen
ini dikembangkan lagi oleh Muawiyah
bin Abi Sufyan dalam bentuk yang lebih luas dan menyeluruh.
Departemen atau
organisasi yang berkembang
pada masa bani Umaiyah 1 adalah;
a.
Diwan Qadhil Qudhah
(fungsi dan tugasnya mirip dengan Departemen Kehakiman) yang dipimpin oleh
Qadhil Qudhah (Ketua Mahkamah Agung). Semua badan-badan pengadilan atau
badan-badan lain yang ada hubungan dengan kehakiman berada di bawah Diwan
Qadhil Qudhah.
b.
Qudhah Al Aqali
(hakim provinsi yang mengetuai pengadilan tinggi).
c.
Qudhah
Al Amsar (hakim kota yang mengetuai pengadilan negeri Al Qadhau atau Al
Hisbah).
d.
Al
Sulthah Al Qadhaiyah, yaitu jabatan kejaksaan. Di ibukota Negara dipimpin oleh
Al Mudda’il Umumi (jaksa agung), dan di tiap-tiap kota oleh Naib Umumi (jaksa).
Adapun badan pengadilan ada tiga macam:
a.
Al Qadhau dengan
hakimnya yang bergelar Al Qadhi. Tugasnya mengurus
perkara-perkara yang berhubungan dengan agama pada umumnya.
b.
Al Hisbah dengan
hakimnya yang bergelar Al Muhtasib. Tugasnya menyelesaikan perkara-perkara yang
berhubungan dengan masalah-masalah umum dan tindak pidana yang memerlukan
pengurusan segera.
c.
An Nadhar fil
Madhalim dengan hakimnya yang bergelar shahibul atau qadhil madhalim. Tugasnya
menyelesaikan perkara-perkara banding dari kedua pengadilan pertama (Al Qadhau
dan Al Hisbah).
Selain mengurusi perkara-perkara banding, Mahkamah
Madhalim juga mengurusi hal-hal yaitu:
a.
Pengaduan rakyat
atas para gubernur yang memperkosa keadilan, para petugas pajak, pegawai tinggi
yang menyeleweng dan lain-lain.
b.
Pengaduan
para pegawai dikurangi gajinya atau terlambat pembayarannya.
c.
Menjalankan
keputusan-keputusan hakim yang tidak berdaya, kemudian qadhi atau muhtashib
yang menjalankannya.
d.
Mengawasi
terlaksananya ibadah.
Mahkamah Madhalim diketahui oleh khalifah, kalau di
ibukota Negara oleh gubernur dan kalau di ibukota wilayah oleh Qadhil Qudhah
atau hakim-hakim lain yang mewakili khalifah atau gubernur.
Para
hakim waktu mengadili perkara memakai jubah dan sorban hitam, sebagai lambang
dari Daulah Abbasiyah. Jubah dan sorban hitam pada waktu itu, khusus untuk para
hakim.
1)
Kekuasaan. Perebutan kekuasaan oleh
Muawiyh bin Abi Sofyan telah mengakibatkan terjadinya perubahan dalam peraturan
yang menjadi dasar pemilihan Khulafaur Rasyidin. Maka dengan demikian, jabatan
khalifah beralih ke tangan raja satu keluarga, yang memerintah dengan kekuatan
pedang, politik dan tipu daya (diplomasi). Penyelewengan semakin jauh setelah
Muawiyah mengangkat anaknya Yazid menjadi putra mahkota, yang dengan demikian
berarti beralihnya organisasi khalifah yang berdiri atas dasar Syura dan
bersendikan agama kepada organisasi Al Mulk (kerajaan) yang tegak atas dasar
keturunan serta bersandar terutama kepada politik dari pada kepada agama.
2)
Al Kitabah. Seperti halnya pada masa
permulaan Islam, maka dalam masa Daulah Umayah dibentuk semacam Dewan
Sekretariat Negara yang mengurus berbagai urusan pemerintahan. Karena dalam
masa ini urusan pemerintahan telah menjadi lebih banyak, maka ditetapkan lima
orang sekretaris yaitu;
-
Katib
Ar Rasail (Sekretaris Urusan Persuratan)
-
Katib
Al Kharraj (Sekretaris Urusan Pajak atau Keuangan)
-
Katib Asy Syurthah (Sekretaris Urusan
Kepolisian)
-
Katib Al Qadhi (Sekretaris Urusan
Kehakiman)
Diantara para
sekretaris itu, Katib Ar Rasail-lah yang paling penting, sehingga para khalifah
tidak akan memberi jabatan itu, kecuali kepada kaum kerabat atau orang-orang
tertentu. Diantara para kuttab yang paling terkenal selama Daulah Umayah ialah:
-
Zaiyad bin Abihi, sekretaris Abu Musa Al
Asy’ary
-
Salim,
sekretaris Hisyam bin Abdul Malik
-
Abdul
Hamid, sekretaris Marwan bin Muhammad
3)
Al Hijabah. Pada masa Daulah Umayah,
diadakan satu jabatan baru yang bernama Al Hijabah, yaitu urusan pengawalan
keselamatan khalifah. Mungkin karena khawatir akan terulang peristiwa
pembunuhan terhadap Ali dan percobaan pembunuhan terhadap Muawiyah dan Amru bin
Ash, maka diadakanlah penjagaan yang ketat sekali terhadap diri khalifah,
sehingga siapapun tidak dapat menghadap sebelum mendapat izin dari para
pengawal (hujjab). Kepala pengawalan keselamatan khalifah adalah jabatan yang
sangat tinggi dalam istana kerajaan, waktu khalifah Abdul Malik bin Marwan
melantik kepala pengawalnya, antara lain dia memberi amanat, “Engkau telah
kuangkat menjadi kepala pengawalku. Siapapun tidak boleh masuk menghadap tanpa
izinmu, kecuali muazzin, pengantar pos dan pengurus dapur”.
Deparemen yang
yang lahir pada
masa khulafaur dikembangkan dan
disempurnakan oleh bani Umaiyah terutama pada masa Umiyah ;
a.
An Nidhamul Idari
Organisasi tata usaha
Negara pada permulaan Islam sangat sederhana, tidak diadakan pembidangan usaha
yang khusus. Demikian pula keadaannya pada masa Daulah Bani Umayyah,
administrasi Negara sangat simpel.
Pada umumnya, di
daerah-daerah Islam bekas daerah Romawi dan Persia, administrasi pemerintahan
dibiarkan terus berlaku seperti yang telah ada, kecuali diadakan
perubahan-perubahan kecil.
1)
Ad Dawawin. Untuk mengurus tata usaha
pemerintahan, maka Daulah Umayah mengadakan empat buah dewan atau kantor pusat,
yaitu:
- Diwanul
Kharraj
- Diwanur
Rasail
- Diwanul
Mustaghilat al Mutanawi’ah
- Diwanul
Khatim, dewan ini sangat penting karena tugasnya mengurus surat-surat lamaran
raja, menyiarkannya, menstempel, membungkus dengan kain dan dibalut dengan
lilin kemudian diatasnya dicap.
2)
Al Imarah Alal Baldan. Daulah Umayah
membagi daerah Mamlakah Islamiyah kepada lima wilayah besar, yaitu:
- Hijaz, Yaman dan
Nejed (pedalaman jazirah Arab)
- Irak Arab dan
Irak Ajam, Aman dan Bahrain, Karman dan Sajistan, Kabul dan Khurasan,
negeri-negeri di belakang sungai (Ma Wara’a Nahri) dan Sind serta sebagian
negeri Punjab
- Mesir dan Sudan
- Armenia,
Azerbaijan, dan Asia Kecil
- Afrika Utara,
Libia, Andalusia, Sisilia, Sardinia dan Balyar
- Untuk tiap
wilayah besar ini, diangkat seorang Amirul Umara (Gubernur Jenderal) yang
dibawah kekuasaannya ada beberapa orang amir (gubernur) yang mengepalai satu
wilayah.
Dalam rangka
pelaksanaan kesatuan politik bagi negeri-negeri Arab, maka khalifah Umar
mengangkat para gubernur jenderal yang berasal dari orang-orang Arab. Politik
ini dijalankan terus oleh khalifah-khalifah sesudahnya, termasuk para khalifah
Daulah Umayah.
3)
Barid. Organisasi pos diadakan dalam
tata usaha Negara Islam semenjak Muawiyah bin Abi Sofyan memegang jabatan
khalifah. Setelah khalifah Abdul Malik bin Marwan berkuasa maka diadakan
perbaikan-perbaikan dalam organisasi pos, sehingga ia menjadi alat yang sangat
vital dalam administrasi Negara.
4)
Syurthah. Organisasi syurthah
(kepolisian) dilanjutkan terus dalam masa Daulah Umayah, bahkan disempurnakan.
Pada mulanya organisasi kepolisian ini menjadi bagian dari organisasi kehakiman,
yang bertugas melaksanakan perintah hakim dan keputusan-keputusan pengadilan,
dan kepalanya sebagai pelaksana Al Hudud. Tidak lama kemudian, maka organisasi
kepolisian terpisah dari kehakiman dan berdiri sendiri, dengan tugas mengawasi
dan mengurus soal-soal kejahatan. Khalifah Hisyam memasukkan dalam organisasi
kepolisian satu badan yang bernama Nidhamul Ahdas dengan tugas hampir serupa
dengan tugas tentara yaitu semacam brigade mobil.
b.
An Nidhamul Mali
Yaitu organisasi
keuangan atau ekonomi, bahwa sumber uang masuk pada zaman Daulah Umayah pada
umumnya seperti di zaman permulaan Islam.
· Al
Dharaib. Yaitu suatu kewajiban yang harus dibayar oleh warga Negara (Al
Dharaib) pada zaman Daulah Umayah dan sudah berlaku kewajiban ini di zaman
permulaan Islam. Kepada penduduk dari negeri-negeri yang baru ditaklukkan,
terutama yang belum masuk Islam, ditetapkan pajak-pajak istimewa. Sikap yang
begini yang telah menimbulkan perlawanan pada beberapa daerah.
· Masharif
Baitul Mal. Yaitu saluran uang keluar pada masa Daulah Umayah, pada umumnya
sama seperti pada masa permulaan Islam yaitu untuk:
-
Gaji para pegawai
dan tentara serta biaya tata usaha Negara
- Pembangunan
pertanian, termasuk irigasi dan penggalian terusan-terusan
-
Biaya orang-orang
hukuman dan tawanan perang
- Biaya
perlengkapan perang
-
Hadiah-hadiah
kepada para pujangga dan para ulama
Kecuali itu, para khalifah Umayah menyediakan dana khusus untuk dinas
rahasia, sedangkan gaji tentara ditingkatkan sedemikian rupa, demi untuk
menjalankan politik tangan besinya.
c.
An
Nidhamul Harbi
Organisasi pertahanan pada masa Daulah Umayah sama seperti yang telah
dibuat oleh khalifah Umar, hanya lebih disempurnakan. Hanya bedanya, kalau pada
waktu Khulafaur Rasyidin tentara Islam adalah tentara sukarela, maka pada zaman
Daulah Umayah orang masuk tentara kebanyakan dengan paksa atau setengah paksa,
yang dinamakan Nidhamut Tajnidil Ijbari yaitu semacam undang-undang wajib
militer.
Politik ketentaraan
pada masa Bani Umayah, yaitu politik Arab oriented dimana anggota tentara
haruslah terdiri dari orang-orang Arab atau imam Arab. Keadaan itu berjalan
terus, sampai-sampai daerah kerajaannya menjadi luas meliputi Afrika Utara,
Andalusia dan lain-lainnya sehingga terpaksa meminta bantuan kepada bangsa
Barbar untuk menjadi tentara.
Organisasi tentara pada masa ini banyak mencontoh organisasi tentara
Persia. Pada masa khalifah Utsman telah mulai dibangun angkatan laut Islam,
tetapi sangat sederhana. Setelah Muawiyah memegang Kendali Negara Islam, maka
dibangunlah armada Islam yang kuat dengan tujuan:
1)
Untuk
mempertahankan daerah-daerah Islam dari serangan armada Romawi
2)
Untuk memperluas dakwah Islamiyah
Muawiyah membentuk
armada musim panas dan armada musim dingin, sehingga ia sanggup bertempur dalam
segala musim.Armada Laut Syam terdiri dari banyak kapal perang, di zaman
Muawiyah Laksamana Aqobah bin Amri Fahrim menyerang pulau Rhadas.Dalam tahun 53
H, armada Romawi menyerang daerah Islam dan terbunuh seorang panglimanya yang
bernama Wardan. Hal ini membuka mata kaum muslimin sehingga para pembesar Islam
bergegas membangun galangan kapal perang di Pulau Raudhah dalam tahun 64 H.
d.
An Nidhamul Qadhai
Di zaman Daulah Umayah
kekuasaan pengadilan telah dipisahkan dari kekuasaan politik. Kehakiman pada
zaman itu mempunyai dua cirri khasnya yaitu:
· Bahwa
seorang qadhi memutuskan perkara dengan ijtihadnya, karena pada waktu itu belum
ada lagi madzhab empat atau madzhab lainnya. Pada masa itu para qadhi menggali
hukum sendiri dari Al Kitab dan As Sunnah dengan berijtihad.
· Kehakiman
belum terpengaruh dengan politik, karena para qadhi bebas merdeka dengan
hukumnya, tidak terpengaruh dengan kehendak para pembesar yang berkuasa.
Para hakim pada zaman
Umayah adalah manusia pilihan yang bertakwa kepada Allah SWT dan melaksanakan
hukum dengan adil, sementara para khalifah mengawasi gerak-gerik dan perilaku
mereka, sehingga kalau ada yang menyeleweng terus dipecat.
Kekuasaan kehakiman di zaman ini dibagi ke dalam tiga badan:
1)
Al
Qadha seperti diuraikan di atas, tugas qadhi biasanya menyelesaikan
perkara-perkara yang berhubungan dengan agama.
2)
Al
Hisbah dimana tugas Al Muhtashib (kepala hisbah) biasanya menyelesaikan
perkara-perkara umum dan soal-soal pidana yang memerlukan tindakan cepat.
3)
An
Nadhar fil Madhalim yaitu mahkamah tertinggi atau mahkamah banding.
e.
An
Nadhar fil Madhalim
Ini adalah pengadilan
tertinggi, yang bertugas menerima banding dari pengadilan yang dibawahnya dan
mengadili para hakim dan para pembesar tinggi yang bersalah.
Pengadilan ini
bersidang di bawah pimpinan khalifah sendiri atau orang yang ditunjuk olehnya.
Para khalifah Bani Umayah menyediakan satu hari saja dalam seminggu untuk
keperluan ini dan yang pertama kali mengadakannya yaitu Khalifah Abdul Malik
bin Marwan. Seperti mahkamah-mahkamah yang lain, maka Mahkamah Madhalim ini
diadakan dalam masjid.
Ketua Mahkamah Madhalim
dibantu oleh lima orang pejabat lainnya, dimana sidang mahkamah itu tidak sah
tanpa mereka yaitu:
1)
Para
pengawal yang kuat-kuat, yang sanggup bertindak kalau para pesakitan lari atau
berbuat
2)
Para
hakim dan qadhi
3)
Para sarjana hukum
(fuqaha) tempat para hakim meminta pendapat tentang hukum
4)
Para penulis yang
bertugas mencatat segala jalannya sidang
3. Pusat - pusat Peradaban Bani Umaiyah 1
Selama
92 tahun berdiri Bani Umaiyah I dapat mengembangkan Budaya dan Ilmu pengetahuan
dengan baik, meskipun pengembangannya berjalankurang lambankarena
polapengembangan memkai pendekatan Arab
oriented. Pusat-pusat peradaban sebagai tempat pengembangan ilmu
pengetahuan Bani Umaiyah I menyebar diberbagai wilayah Bani Umaiyah I seperti
Damaskus, Kufah, Madinah, Syria, Mesir, Andalusia, Yaman dan Wilayah Magribi.
Diantara pusat –pusat peradaban bani Umaiyah 1 ada beberapa
kota yang berkembang
ilmu pengetahuan dengan baik
seperti;
a.Kufah f.
Kordova
b.Basrah g.
Granada
c.Syiria h.
Mesir
d.Andalusia g.
Kairawan
Sumber : Buku SKI
XI Kurikulum 2013
No comments:
Post a Comment