Urutan Kepangkatan PNS

Tuesday, March 28, 2017

Ketentuan Waris Dalam Islam


1.  Ilmu Mawaris
a.    Pengertian Ilmu Mawaris
Dari segi bahasa, kata mawarist (مَوَارِثُ) merupakan bentuk jamak dari kata مِيْرَاثٌ yang artinya harta yang diwariskan. Adapun makna istilahnya adalah, ilmu tentang pembagian harta peninggalan setelah seseorang meninggal dunia.
Ilmu mawaris disebut juga ilmu faraidh (عِلْمُ الْفَرَائِضِ). Kata faraidh sendiri ditinjau dari segi bahasa merupakan bentuk jamak dari kata فريضة yang bermakna ketentuan, bagian, atau ukuran. Karenanya bahasan inti dari ilmu warisan adalah perkara-perkara yang terkait dengan harta warisan atau harta peninggalan. Ringkasnya bisa dikatakan bahwa ilmu faraidh adalah disiplin ilmu yang membahas tentang ketentuan-ketentuan atau bagian-bagian yang telah ditentukan untuk masing-masing ahli waris.
Ilmu mawarits akan selalu terkait dengan beberapa unsur yang sering diistilahkan dengan rukun-rukun mawarits. Dalam berbagai referensi yang membahas tentang mawarits dipaparkan bahwa rukun-rukun mawarits ada 3 yaitu;
·       وَارِثٌ (warits) yaitu orang yang mendapatkan harta warisan. Seorang berhak mendapatkan warisan karena salah satu dari tiga sebab yaitu; pertalian darah, hubungan pernikahan, dan memerdekakan budak.
·       مُوَرِثٌ (muwarrits) yaitu orang yang telah meninggal dan mewariskan hartanya kepada ahli waritsnya. Baik meninggalnya secara hakiki dalam arti ia telah menghembuskan nafas terakhirnya. Atau meninggal secara taqdiri (perkiraan) semisal seorang yang telah lama menghilang (al-mafqud) dan tidak diketahui kabar beritanya dan tempat ia berdomisili hingga pada akhirnya hakim memutuskan bahwa orang tersebut dihukumi sama dengan orang yang meninggal.
·       مَوْرُوْثٌ (mauruts) yaitu harta warisan yang siap dibagikan kepada ahli waris setelah diambil untuk kepentingan pemeliharaan jenazah (tajhiz al-janazah), pelunasan hutang mayit, dan pelaksanaan wasiat mayit. Terkadang mauruts diistilahkan dengan mirats atau irs.

b.   Hukum Membagi Harta Warisan
Seorang muslim dituntut menjalankan syariat Islam sesuai dengan apa yang telah digariskan al-Qur’an dan as-Sunnah. Setiap muslim haruslah mentaati semua perintah ataupun larangan Allah sebagai bukti konsistensinya memegang aturan-aturan ilahi.
Demikian halnya saat syariat Islam mengatur hal-hal yang terkait dengan pembagian harta waris. Seorang muslim harus meresponnya dengan baik dan mematuhi aturan tersebut. Karena aturan warisan tersebut merupakan ketentuan Allah yang pasti akan mendatangkan maslahat bagi semua hamba-hamab-Nya. Bahkan Allah memperingatkan dengan keras siapapun yang melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan-Nya (termasuk aturan warisan). Allah berfirman dalam surat an-Nisa ayat 14 :
وَ مَنْ يَعْصِ الله َوَ رَسُوْلَهُ وَ يَتَعَدَّ حُدُوْدَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيْهَا وَ لَهُ عَذَابٌ ُمهِيْنٌ
Artinya:”Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka sedang ia kekal di dalamnya, dan baginya siksa yang menghinakan.” (Q.S. an-Nisa: 14)

Menegaskan firman Allah di atas, Rasulullah Saw juga bersabda:
أَقْسَمُوْا اْلمَالَ بَيْنَ أَهْلِ اْلفَرَائِضِ عَلَى كِتَابِ اللهِ  (رواه مسلم و أبو داود)
Artinya: ”Bagilah harta warisan diantara ahli waris sesuai dengan (aturan) kitab Allah.” (H.R. Muslim dan Abu Dawud).

c.    Hal-hal yang harus dilakukan sebelum harta warisan dibagikan
Beberapa hal yang harus ditunaikan terlebih dahulu oleh ahli waris sebelum harta warisan dibagikan adalah:
1)      Zakat. Kalau harta yang ditinggalkan sudah saatnya dikeluarkan zakatnya, maka zakat harta tersebut harus dibayarkan terlebih dahulu.
2)      Belanja. Yaitu biaya yang dikeluarkan untuk pengurusan jenazah, mulai dari membeli kain kafan, upah menggali kuburan, dan lain sebagainya.
3)      Hutang. Jika mayat memiliki hutang, maka hutangnya harus dibayar terlebih dahulu dengan harta warisan yang ia tinggalkan.
4)      Wasiat. Jika mayat meninggalkan wasiat, agar sebagian harta peninggalannya diberikan kepada orang lain. Maka wasiat inipun harus dilaksanakan.

Apabila keempat hak tersebut (zakat, biaya penguburan, hutang mayat, dan wasiat mayat) sudah diselesaikan, maka harta warisan selebihnya baru dapat dibagi-bagikan kepada ahli waris yang berhak menerimanya.

d.   Hukum Mempelajari Ilmu Mawaris
Para ulama berpendapat bahwa mempelajari dan mengajarkan ilmu mawaris adalah fardhu kifayah. Artinya, jika telah ada sebagian kalangan yang mempelajari ilmu tersebut, maka kewajiban yang lain telah gugur. Akan tetapi jika dalam satu daerah/wilayah tak ada seorang pun yang mau mendalami ilmu warisan, maka semua penduduk wilayah tersebut menanggung dosa.
Urgensi ilmu mawarits dapat kita cermati dalam satu teks hadits dimana Rasulullah Saw menggandengkan perintah belajar al-Qur’an dan mengajarkan al-Qur’an dengan perintah belajar dan mengajarkan ilmu mawarits/faraidh. Rasulullah bersabda:
تَعَلَّمُوْا الْقُرْآنَ وَعَلِّمُوْهُ النَّاسَ وَتَعَلَّمُوْا الْفَرَئِضَ وَعَلِّمُوْهَا النَّاسَ فَاِنِّى امْرُوءٌ مَقْبُوْضٌ وَالْعِلْمُ مَرْفُوْعٌ وَيُوْشِكُ أَنْ يَخْتَلِفَ اثْنَانِ فِى الْفَرِيْضَةِ فَلاَ يَجِدَانِ اَحَدًا يُخْبِرْهُمَا (اخرده احمد والنسائ والدرقطتى)
Artinya:“Pelajarilah al Qur’an dan ajarkanlah kepada orang lain, dan pelajarilah ilmu faraidh dan ajarkanlah kepada orang lain. Karena aku adalah orang yang bakal terenggut (mati) sedang ilmu akan dihilangkan. Hampir saja dua orang yang bertengkar tentang pembagian warisan tidak mendapatkan seorangpun yang dapat memberikan fatwa kepada mereka” (Riwayat Ahmad, Al Nasai, dan  Daruqutni)”.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa mempelajari ilmu mawarits tidak bisa dianggap sebelah mata, terutama bagi para pendakwah atau penyeru kebajikan. Walaupun hukum awalnya fardhu kifayah, akan tetapi dalam kondisi tertentu, saat tak ada seorangpun yang mempelajarinya maka hukum mempelajari ilmu mawarits berubah menjadi fardhu ain.
e.    Tujuan Ilmu Mawaris
Tujuan ilmu mawaris dapat dirangkum dalam beberapa poin di bawah ini  :
·         Memberikan pembelajaran bagi kaum muslimin agar bertanggung jawab dalam melaksanakan syariat Islam yang terkait dengan pembagian harta waris.
·         Menyodorkan solusi terbaik terhadap berbagai permasalahan seputar pembagian harta waris yang sesuai dengan aturan Allah ta’ala.
·         Menyelamatkan harta benda si mayit hingga tidak diambil orang-orang dzalim yang tidak berhak menerimanya.

f.     Sumber hukum ilmu mawaris
Sumber hukum ilmu mawaris adalah al-Qur’an dan al-Hadits. Berikut beberapa teks al-Qur’an yang menjelaskan tentang ketentuan pembagian harta waris.
  Firman Allah ta’ala dalam surat an-Nisa ayat 7  :

 “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan”. (QS. An Nisa : 7)

  Firman Allah dalam surat an-Nisa ayat 11-12:
Artinya:”Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu : bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika Isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika Saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.”( Q.S.An-Nisa’/4 : 11-12 )

Adapun beberapa teks hadits yang terkait dengan pembahasan warisan adalah:
§  Sabda Rasulullah Saw :
تعلموا الفرائض و علموها فإنها نصف العلم وهو ينسى وهو أول علم ينتزع من أمتي
Artinya:”Belajarlan ilmu faraidh (warisan) dan ajarkanlah ilmu tersebut. Karena sesungguhnya ia merupakan setengah dari ilmu, dan ia akan dilupakan, dan ia merupakan ilmu yang pertama kali dicabut dari umatku.” (H.R. Ibnu Majah, Daruquthni)
§  Sabda Rasulullah Saw:
تعلموا الفرائض فإنه من دينكم و إنه نصف العلم و إنه أول علم ينزع من أمتي
Artinya:”Belajarlah ilmu faraidh (warisan) karena sesungguhnya ia merupakan bagian agama kalian. Dan sesungguhnya ia merupakan setengah dari ilmu. Dan sesungguhnya ia merupakan ilmu yang akan dicabut pertama kali dari umatku.” (H.R. Ibnu Majah, Hakim dan Baihaqi)
g.    Kedudukan ilmu mawaris
Ilmu mawaris mempunyai kedudukan yang sangat agung dalam Islam. Ia menjadi solusi efektif berbagai permasalahan umat terkait pembagian harta waris. Kala ilmu mawaris diterapkan secara baik, maka urusan hak adam akan terselesaikan secara baik. Semua ahli waris akan mendapatkan haknya secara proporsional. Mereka tak akan didzalimi ataupun mendzalimi. Karena semuanya sudah disandarkan pada aturan Allah ta’ala.
Selain apa yang terpaparkan di atas, keagungan ilmu mawaris juga dapat kita rasakan kala mengamati ayat-ayat al-Qur’an yang membicarakan persoalan waris. Allah menerangkan tekhnis pembagian harta waris secara gamblang dan terperinci dalam beberapa ayat-Nya. Ini merupakan indikator yang menegaskan bahwa persoalan warisan merupakan persoalan agung dan sangat penting.
Pada beberapa hadits yang telah kita sebutkan sebelumnya, Rasulullah juga mengingatkan umatnya untuk tidak melupakan ilmu mawaris, karena ia merupakan bagian penting dalam agama.

2.    Sebab-sebab seseorang mendapatkan warisan
Dalam kajian fiqh Islam hal-hal yang menyebabkan seseorang mendapatkan warisan ada 4 yaitu  :
1)   Sebab nasab (hubungan keluarga)
Nasab yang dimaksud disini adalah nasab hakiki. Artinya hubungan darah atau hubungan kerabat, baik dari garis atas atau leluhur si mayit (ushul), garis keturunan (furu’), maupun hubungan kekerabatan garis menyimpang (hawasyi), baik laki-laki maupun perempuan.
Misalnya seorang anak akan memperoleh harta warisan dari bapaknya dan sebaliknya, atau seseorang akan memperoleh harta warisan dari saudaranya, dll. Sebagaimana firman Allah SWT. :

Artinya:“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang Telah ditetapkan.” (QS. An Nisa : 7)
2)   Sebab pernikahan yang sah
Yang dimaksud dengan pernikahan yang syah adalah berkumpulnya suami istri dalam ikatan pernikahan yang syah. Dari keduanya inilah muncul istilah-istilah baru dalam ilmu mawaris, seperti: dzawil furudh, ashobah, dan furudh muqaddzarah. Allah Swt berfirman:
وَ لَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجَكُمْ إِنْ لمَ ْيَكُنْ لَّهُنَّ وَلَدٌ .......
Artinya: “Dan bagimu ( suami-suami ) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isteri kamu, jika mereka tidak mempunyai anak” (QS. An Nisa : 12)
3)   Sebab wala’ (الولاء) atau sebab jalan memerdekakan budak.
Seseorang yang memerdekakan hamba sahaya, berhak mendapatkan warisan dari hamba sahaya tersebut kala ia meninggal dunia. Diantara teks hadits yang menjelaskan hal ini adalah:
§       إنما الولاء لمن أعتق
Artinya:”Sesungguhnya wala’ itu teruntuk orang yang memerdekakan.”
           
§       الولاء لحمة كلحمة النسب
Artinya:”Wala’ itu sebagai keluarga seperti keluarga karena nasab.”
Kedua hadits di atas menjelaskan bahwa wala atau memerdekakan budak bisa menjadi sebab seseorang mendapatkan warisan.
4)   Sebab kesamaan agama (اتحاد الدين)
Ketika seorang muslim meninggal sedangkan ia tidak memiliki ahli waris, baik ahli waris karena sebab nasab, nikah, ataupun wala (memerdekakan budak) maka harta warisannya dipasrahkan kepada baitul mal untuk maslahat umat Islam. Hal tersebut disandarkan pada sabda Rasulullah Saw:
أنا وارث من لا وارث له
Artinya:”Aku adalah ahli waris bagi orang yang tidak mempunyai ahli waris.” (H.R. Ahmad dan Abu Dawud)
Maksud hadits di atas, Rasulullah menjadi perantara penerima harta waris dari siapapun yang meninggal sedangkan ia tidak mempunyai ahli waris, kemudian Rasulullah gunakan harta waris tersebut untuk maslahat kalangan muslimin.

3.    Hal-hal yang menyebabkan seseorang tidak mendapatkan harta waris
Dalam kajian ilmu faraidh, hal-hal yang menyebabkan seseorang tidak mendapatkan harta warisan masuk dalam pembahasan mawani’ul irs (penghalang-penghalang warisan). Penghalang yang dimaksud disini adalah hal-hal tertentu yang menyebabkan seseorang tidak mendapatkan warisan, padahal pada awal mulanya ia merupakan orang-orang yang semestinya mendapatkan harta waris.
Orang yang terhalang mendapatkan warisan disebut dengan mamnu’ al-irs atau mahjub bil washfi (terhalang karena adanya sifat tertentu). Mereka adalah; pembunuh, budak, murtad,  dan orang yang berbeda agama dengan orang yang meninggalkan harta warisnya. Berikut penjelasan singkat ketiga kelompok manusia yang masuk dalam kategori mamnu’ al-irs tersebut   :
a)        Pembunuh (القاتل)
Orang yang membunuh salah satu anggota keluarganya maka ia tidak berhak mendapatkan harta warisan dari yang terbunuh. Dalam salah satu qaidah fiqhiyyah dijelaskan:
من استعجل بالشيئ عوقب بحرمانه
Artinya:”Barangsiapa yang tegesa-gesa untuk mendapatkan sesuatu, maka ia tidak diperbolehkan menerima sesuatu tersebut sebagai bentuk hukuman untuknya.”

Rasulullah dalam salah satu sabdanya, menegaskan bahwa seorang pembunuh tidak akan mewarisi harta yang terbunuh. Beliau bersabda  :
ليس للقاتل من الميراث شيئ
            Artinya:”Seorang pembunuh tidak mendapatkan harta warisan sedikitpun (dari yang terbunuh)
Dalam masalah tidak berhaknya pembunuh mendapatkan harta warisan yang terbunuh, sebagain ulama memisahkan sifat pembunuhan yang terjadi. Jika pembunuhan yang dilakukan masuk dalam kategori sengaja, maka pembunuh tidak mendapatkan harta warisan sepeser pun dari korban. Adapun jika pembunuhannya bersifat tersalah maka pelakunya tetap mendapatkan harta waris. Pendapat ini dianut oleh imam Malik bin Anas dan pengikutnya.
b)        Budak (العبد)
Seseorang yang berstatus sebagai budak tidak berhak mendapatkan harta warisan dari tuannya. Demikian juga sebaliknya, tuannya tidak berhak mendapatkan warisan dari budaknya karena ia memang orang yang tidak mempunyai hak milik sama sekali. Terkait dengan hal ini Allah berfirman:
ضرب الله مثلا عبدا مملوكا لا يقدر على شيئ

Artinya: “Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun.”  (QS. An-Nahl: 75)
c)         Orang murtad
Murtad artinya keluar dari agama Islam. Orang murtad tidak berhak mendapat warisan dari keluarganya yang beragama Islam. Demikian juga sebaliknya. Rasulullah Saw bersabda  :
لا يرث المسلم الكافر و لا يرث الكافر المسلم
Artinya:”Orang islam tidak bisa mendapatkan harta warisan dari oran kafir, dan orang kafir juga tidak bisa mendapatkan harta warisan dari seorang muslim.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
d)        Perbedaan Agama (اختلاف الدين)
Orang Islam tidak dapat mewarisi harta warisan orang kafir meskipun masih kerabat keluarganya. Demikian juga sebaliknya. Dalil syar’i terkait hal ini adalah hadits yang telah kita pelajari sebelumnya bahwa seorang muslim tidak akan menerima warisan orang kafir, sebagaimana juga orang kafir tidak akan menerima warisan orang muslim.

4.    Ahli waris yang tidak bisa gugur haknya
Sebagaimana maklum adanya, dalam pembagian harta warisan terkadang ada ahli waris yang terhalang mendapatkan harta warisan karena sebab tertentu, dan sebagian lain ada juga yang tidak mendapatkan harta warisan karena terhalang oleh ahli waris yang lain. Akan tetapi ada beberapa ahli waris yang haknya untuk mendapatkan warisan tidak terhalangi walaupun semua ahli waris ada. Mereka adalah  :
  • Anak laki-laki (ابن)
  • Anak perempuan (بنت)
  • Bapak (أب)
  • Ibu (أم)
  • Suami (زوج)
  • Istri (زوجة)

5.    Permasalahan Ahli Waris
a.    Klasifikasi Ahli Waris
Ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima harta warisan baik laki-laki maupun perempuan. Selain beberapa ahli waris yang haknya untuk mendapatkan warisan tidak terhalang, diantara mereka ada yang disebut dengan beberapa pengistilahan berikut:
·      Dzawil furudh yaitu ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu,
·      Ashobah yaitu ahli waris yang mendapatkan sisa harta warisan,
·      Mahjub yaitu ahli waris yang terhalang mendapatkan harta warisan karena adanya ahli waris yang lain
§  Ahli waris ditinjau dari sebab-sebab penstatusan mereka menjadi ahli waris dapat diklasifikasikan sebagaimana berikut  :

1)    Ahli waris Sababiyah
Yaitu orang yang berhak menerima bagian harta warisan karena hubungan perkawinan dengan orang yang meninggal yaitu suami atau istri.
2)    Ahli waris Nasabiyah
Yaitu orang yang berhak menerima bagian harta warisan karena hubungan nasab atau  pertalian darah dengan orang yang meninggal. Ahli waris nasabiyah ini dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :
a)    Ushulul Mayyit, yang terdiri dari bapak, ibu, kakek, nenek, dan seterusnya ke atas (garis keturunan ke atas).
b)    Furu’ul Mayyit, yaitu anak, cucu, dan seterusnya sampai ke bawah (garis keturunan ke bawah).
c)    Al Hawasyis, yaitu saudara paman, bibi, serta anak-anak mereka (garis keturunan ke samping)

§  Adapun ditinjau dari segi jenis kelaminnya, ahli waris dibagi menjadi ahli waris laki-laki dan ahli waris perempuan.
Yang termasuk ahli waris laki-laki ada lima belas orang, yaitu:
1.    Suami (زوج)
2.    anak laki-laki (ابْن)
3.    cucu laki-laki (اِبْنُ الاِبْنِ)
4.    bapak (أَبٌ)
5.    kakek dari bapak ( أبُوْ الاَبِ) sampai ke atas   (جَدُّ الْجَدِّ جَدُّ الاَبِ)
6.    saudara laki-laki kandung أَخُ الأَبْوَيْنَ)
7.    saudara laki-laki seayah (أَخُ الأَبِ)
8.    saudara laki-laki seibu (أَخُ الأُمِّ)
9.    anak laki-laki saudara laki-laki sekandung  (إِبْنُ الأَخِ لِلأَبَوَيْنِ)
10.  anak laki-laki saudara laki-laki seayah    (اِبْنُ الأَخِ لِلأِبِ)
11.  paman sekandung dengan bapak (عَمُّ لِلأَبَوَيْنِ)
12.  paman seayah dengan bapak (عَمُّ لِلأَبِ)
13.  anak laki-laki paman sekandung dengan bapak (إِبْنُ الْعَمِّ لِلأَبَوَيْنِ)
14.  anak laki-laki paman seayah dengan bapak(إِبْنُ الْعَمِّ لِلأَبِ)
15.  orang yang memerdekakan(الْمُعْتِقْ)

Jika semua ahli waris laki-laki di atas ada semua, maka yang mendapat warisan adalah suami, anak laki-laki, dan bapak, sedangkan yang lain terhalang مَحْجُوْب
Adapun ahli waris perempuan yaitu :
1.    Istri ( زوجة)
2.    Anak perempuan ( بنت)
3.    Cucu perempuan dari anak laki-laki ( بنت الإبن)
4.    Ibu (الام )
5.    Nenek dari ibu  (جدة / أم الام)
6.    Nenek dari bapak (أم الاب)
7.    Seudara perempuan kandung (أخت الابوبين)
8.    Saudara perempuan seayah  (أخت الأب)
9.    Saudara perempuan seibu  (أخت للأم)
10.  Orang perempuan yang memerdekakanمُعْتِقَة 

Jika ahli waris perempuan ini semua ada, maka yang mendapat bagian harta warisan adalah : istri, anak perempuan, ibu, cucu perempuan dari anak laki-laki dan saudara perempuan kandung.
Selanjutnya, jika seluruh ahli waris ada baik laki-laki maupun perempuan yang mendapat bagian adalah suami/istri, Bapak/ibu dan anak ( laki-laki dan perempuan ).

b.   Furudhul Muqaddarah
Yang dimaksud dengan furudhul muqaddarah adalah bagian-bagian tertentu yang telah ditetapkan al-Qur’an bagi beberapa ahli waris tertentu. Bagian-bagian tertentu tersebut ada 6 yaitu:
1)    1/2 (اَنِّصْفَ)
2)    1/4 (اَلرُّبْعُ)
3)    1/8 (اَلثُّمْنُ)
4)    1/3 (اَلثُّلُثُ )
5)    2/3 (اَلثُّلُثَانِ)
6)    1/6 (السدس)

c.    Dzawil Furudz
Dzawil furudh adalah beberapa ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu sebagaimana tersebut di atas. Mereka diistilahkan juga dengan ashabul furudh.
Adapun rincian bagian-bagian tertentu tersebut sebagaimana dipaparkan dalam al-Qur’an adalah:
1)  Ahli waris yang mendapat bagian ½, ada lima ahli waris, yaitu:
a)  Anak perempuan (tunggal), dan jika tidak ada anak laki-laki.
Berdasarkan firman Allah :

“Jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh 1/2 harta.” (QS. An Nisa/4 : 11)
b)  Cucu perempuan tunggal dari anak laki-laki selama tidak ada :
    anak laki-laki;
    cucu laki-laki dari anak laki-laki;
c)  Saudara perempuan kandung tunggal, jika tidak ada :
    Anak laki-laki atau anak perempuan;
    Cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki;
    Bapak;
    Kakek ( bapak dari bapak );
    Saudara laki-laki sekandung.
Firman Allah SWT :

”Jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya”. (Q.S. An-Nisa’/4 :176 )

d) Saudara perempuan seayah tunggal, dan jika tidak ada :
Anak laki-laki atau anak perempuan;
Cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki;
Bapak;
Kakek ( bapak dari bapak );
Saudara perempuan sekandung.
saudara laki-laki sebapak.
e)  Suami,  jika tidak ada :
anak laki-laki atau perempuan
cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki.
  
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak”(Q.S. An-Nisa’/4 :12 )

2)  Ahli waris yang mendapat bagian 1/4
a)    Suami, jika ada :
   anak laki-laki atau perempuan
   cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki
فإن كان لهن ولد فلكم الربع مما تركن (النساء : 12)
“Apabila istri-istri kamu itu mempunyai anak maka kamu memperoleh seperempat harta yang ditinggalkan” (Q.S, an-Nisa/4 : 12)

b)    Istri (seorang atau lebih), jika ada :
   anak laki-laki atau perempuan
   cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki.
ولهن الربع مما تركتم إن لم يكن لكم ولد (النساء: 12)
“Dan bagi istri-istrimu mendapat seperempat dari harta yang kamu tinggalkan apabila kamu tidak meninggalkan anak”. (Q.S. An-Nisa’/4: 12)

3)  Ahli waris yang mendapat bagian 1/8
Ahli waris yang mendapat bagian 1//8 adalah istri baik seorang atau lebih, jika ada  :
anak laki-laki atau perempuan
cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki.
فإن كان لكم ولد فلهن الثمن مما تركتم (النساء: 12)
“Apabila kamu mempunyai anak, maka untuk istri-istrimu itu seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan “. (Q.S.An-Nisa’/4 : 12)

4)  Ahli waris yang mendapat bagian 2/3
Dua pertiga ( 2/3) dari harta pusaka  menjadi bagian empat orang :
a)    Dua orang anak perempuan atau lebih jika mereka tidak mempunyai saudara laki-laki.
Firman Allah dalam Al-Qur’an :
فإن كن نساء فوق اثنتين فلهن ثلثا ما ترك
 Artinya:“Jika anak itu semua perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan.”(Q.S. An-Nisa’ /4 : 11 )
b)    Dua orang cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki jika tidak ada anak perempuan atau cucu laki-laki dari anak laki-laki.
c)    Dua orang saudara perempuan kandung atau lebih, jika tidak ada anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki atau saudara laki-laki kandung.
Firman Allah dalam Al-Qur’an :
فإن كانتا اثنتين فاهما الثلثان مما ترك
Artinya:“Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkannya oleh yang meninggal.”(Q.S. An-Nisa’/4 : 176 )
d)    Dua orang perempuan seayah atau lebih, jika tidak ada anak atau cucu dari anak laki-laki dan saudara laki-laki seayah.

5)  Ahli waris yang mendapat bagian 1/3
a)  Ibu, jika yang meninggal tidak memiliki anak atau cucu dari anak laki-laki atau saudara-saudara.
فإن لم يكن له ولد وورثه أبواه فلأمه الثلث
 Artinya:“jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam”. (QS. An Nisa : 11).
b)  Dua orang saudara atau lebih baik laki-laki atau perempuan yang seibu.
Firman Allah dalam Al-Qur’an :
فإن كانوا أكثر من ذالك فهم شركاء فى الثلث
Artinya:“Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari satu orang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu”. (Q.S. An-Nisa’/4 : 12

6)  Ahli waris yang mendapat bagian 1/6
Bagian seperenam (1/6) dari harta pusaka menjadi milik tujuh orang  :
a)    Ibu, jika yang meninggal itu mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki atau dua orang atau lebih dari saudara laki-laki atau perempuan.
b)    Bapak, bila yang meninggal mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki.
Firman Allah dalam Al-Qur’an :
ولأبويه لكل واحد منهما السدس مما ترك إن كان له ولد
Artinya:“Dan untuk dua orang ibu bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak”.(Q.S. an-Nisa’/4:11)
c)    Nenek (Ibu dari ibu atau ibu dari bapak), bila tidak ada ibu. Dalil syar’i yang terkait dengan hal ini adalah, hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan an-Nasa’i:
أن النبي ص.م. جعل للجدة إذا لم يكن دونها أم (رواه أبو داود و النسائى)
“Bahwasanya Nabi SAW. telah memberikan bagian seperenam kepada nenek, jika tidak terdapat (yang menghalanginya), yaitu ibu”.(H.R. Abu Dawud dan Nasa’i )
d)    Cucu perempuan dari anak laki-laki, seorang atau lebih, jika bersama-sama  seorang anak perempuan. Dalil syar’i yang terkait dengan hal ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari:
قضى النبي ص.م. السدس لبنت  الابن مع بنت الصلب  (رواه البخاري)
Artinya:“ Nabi SAW. telah menetapkan seperenam bagian untuk cucu perempuan dari anak laki-laki, jika bersama dengan anak perempuan”. (H.R. Bukhari ).

e)    Kakek, jika yang meninggal mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki, dan tidak ada bapak.
f)    Seorang saudara seibu (laki-laki atau perempuan),  jika yang meninggal tidak mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki dan bapak.
Firman Allah dalam Al-Qur’an :
وله أخ أو أخت فلكل واحد من منهما السدس
Artinya:“Tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki seibu saja, atau saudara perempuan seibu saja, maka bagi masing-masing kedua saudara ibu seperenam harta”. ( Q.S. An-Nisa’/4 : 12 )
g)    Saudara perempuan seayah seorang atau lebih, jika yang meninggal dunia mempunyai saudara perempuan sekandung dan tidak ada saudara laki-laki sebapak.
Ahli waris yang tergolong dzawil furudz dan kemungkinan bagian masing-masing adalah sebagai berikut :
1)    Bapak mempunyai tiga kemungkinan  :
a)     1/6 jika bersama anak laki-laki.
b)    1/6 dan ashabah jika bersama anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki.
c)     ashabah jika tidak ada anak.
2)    Kakek (bapak dari bapak) mempunyai 4 kemungkinan  :
a)     1/6 jika bersama anak laki-laki atau perempuan
b)    1/6 dan ashabah  jika bersama anak laki-laki atau perempuan
c)     Ashabah ketika tidak ada anak atau bapak.
d)    Mahjub atau terhalang jika ada bapak.
3)    Suami mempunyai dua kemungkinan  ;
a)     1/2 jika yang meninggal tidak mempunyai anak.
b)    1/4 jika yang meninggal mempunyai anak.
4)    Anak perempuan mempunyai tiga kemungkinan  ;
a)     1/2 jika seorang saja dan tidak ada anak laki-laki.
b)    2/3 jika dua orang atau lebih dan jika tidak ada anak laki-laki.
c)     menjadi ashabah, jika bersamanya ada anak laki-laki.
5)    Cucu perempuan dari anak laki-laki  mempunyai 5 kemungkinan  ;
a)     1/2 jika seorang saja dan tidak ada anak dan cucu laki-laki dari anak laki-laki.
b)    2/3 jika cucu perempuan itu dua orang atau lebih dan tidak ada anak dan cucu laki-laki dari anak laki-laki.
c)    1/6 jika bersamanya ada seorang anak perempuan dan tidak ada anak laki-laki dan cucu laki-laki dari anak laki-laki.
d)    menjadi ashabah jika bersamanya ada cucu laki-laki.
e)     Mahjub/terhalang oleh dua orang anak perempuan atau anak laki-laki.
6)    Istri mempunyai dua kemungkinan  ;
a)     1/4 jika yang meninggal tidak mempunyai anak.
b)    1/8 jika yang meninggal mempunyai anak.
7)    Ibu mempunyai tiga kemungkinan;
a)     1/6 jika yang meninggal mempunyai anak.
b)    1/3 jika yang meninggal tidak mempunyai anak atau dua orang saudara.
c)     1/3 dari sisa ketika ahli warisnya terdiri dari suami, Ibu dan bapak, atau istri, ibu dan bapak.
8)    Saudara perempuan kandung mempunyai lima kemungkinan
a)     1/2 kalau ia seorang saja.
b)    2/8 jika dua orang atau lebih.
c)     ashabah kalau bersama anak perempuan.
d)    Mahjub/tertutup jika ada ayah atau anak laki-laki atau cucu laki-laki.
9)    Saudara perempuan seayah mempunyai tujuh kemungkinan
a)     1/2 jika ia seorang saja.
b)    2/3 jika dua orang atau lebih.
c)     ashabah jika bersama anak perempuan atau cucu perempuan.
d)    1/6 jika bersama saudara perempuan sekandung.
e)    Mahjub/terhalang oleh ayah atau anak laki-laki, atau cucu laki-laki atau saudara laki-laki kandung atau saudara kandung yang menjadi ashabah.
10)  Saudara perempuan atau laki-laki seibu mempunyai tiga kemungkinan.
a)     1/6 jika seorang, baik laki-laki atau perempuan.
b)    1/3 jika ada dua orang atau lebih baik laki-laki atau permpuan.
c)    Mahjub/terhalang oleh anak laki-laki atau perempuan, cucu laki-laki, ayah atau nenek laki-laki.
11)  Nenek (ibu dari ibu) mempunyai dua kemungkinan
a)     1/6 jika seorang atau lebih dan tidak ada ibu.
b)    Mahjub/terhalang oleh ibu.

d.   ’Ashabah
Menurut bahasa ashabah adalah bentuk jamak dari ”Ashib” yang artinya mengikat, menguatkan hubungan kerabat/nasab. Menurut syara’ ’ashabah adalah ahli waris yang bagiannya tidak ditetapkan tetapi bisa mendapat semua harta atau sisa harta setelah harta dibagi kepada ahli waris dzawil furudz.
Ahli waris yang menjadi ashabah mempunyai tiga kemungkinan:
Pertama; mendapat seluruh harta waris saat ahli waris dzawil furudh tidak ada
Kedua: Mendapat sisa harta waris bersama ahli waris dzawil furudz saat ahli waris dzawil ada
Ketiga: Tidak mendapatkan sisa harat warisan karena warisan telah habis dibagikan kepada ahli waris dzawil furudz.

Di dalam istilah ilmu faraidh, macam-macam ‘ashabah ada tiga yaitu :
1)    ‘Ashabah Binnafsihi yaitu ahli waris yang menerima sisa harta warisan dengan sendirinya, tanpa disebabkan orang lain. Ahli waris yang masuk dalam kategori ashabah binafsihi yaitu:
a)     Anak laki-laki
b)    Cucu laki-laki
c)     Ayah
d)    Kakek
e)     Saudara kandung laki-laki
f)     Sudara seayah laki-laki
g)    Anak laki-laki saudara laki-laki kandung
h)    Anak laki-laki saudara laki-laki seayah
i)     Paman kandung
j)     Paman seayah
k)    Anak laki-laki paman kandung
l)     Anak laki-laki paman seayah
m)   Laki-laki yang memerdekakan budak

Apabila semua ashabah ada, maka tidak semua ashabah mendapat bagian, akan tetapi harus didahulukan orang-orang (para ashabah) yang lebih dekat pertaliannya dengan orang yang meninggal. Jadi, penentuannya diatur menurut nomor urut tersebut di atas.
Jika ahli waris yang ditinggalkan terdiri dari anak laki-laki dan anak perempuan, maka mereka mengambil semua harta ataupun semua sisa. Cara pembagiannya ialah, untuk anak laki-laki mendapat dua kali lipat bagian anak perempuan. Firman Allah dalam al-Qur’an :
يوصيكم الله فى أولادكم للذكر مثل حظ الأنثين
Artinya: “Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan”. (Q.S.An-Nisa’/4 : 11)

2)    Ashabah Bilghair yaitu anak perempuan, cucu perempuan, saudara perempuan seayah, yang menjadi ashabah jika bersama saudara laki-laki mereka masing-masing ( ‘Ashabah dengan sebab terbawa oleh laki-laki yang setingkat ).
Berikut keterangan lebih lanjut terkait beberapa perempuan yang menjadi ashabah dengan sebab orang lain  :
a)  Anak laki-laki dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi ‘ashabah
b)  Cucu laki-laki dari anak laki-laki, juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi ‘ashabah.
c)  Saudara laki-laki sekandung, juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi ‘ashabah.
d) Saudara laki-laki sebapak, juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi ‘ashabah.
Ketentuan pembagian harta waris dalam ashabah bil ghair,“bagian pihak laki-laki (anak, cucu, saudara laki-laki) dua kali lipat bagian pihak perempuan (anak, cucu, saudara perempuan)”.
Allah berfirman adalam al-Qur’an  :
و إن كانوا إخوة رجالا و نساء فللذكر مثل حظ الأنثيين
Artinya:“Jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) Saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan”. (.Q.S, An-Nisa’ /4 : 176 )
3)    ‘Ashabah Ma’algha’ir ( ‘ashabah bersama orang lain ) yaitu ahli waris perempuan yang menjadi ashabah dengan adanya ahli waris perempuan lain. Mereka adalah :
a)    Saudara perempuan sekandung menjadi ashabah bersama dengan anak perempuan (seorang atau lebih) atau cucu perempuan dari anak laki-laki.
b)    Saudara perempuan seayah menjadi ashabah jika bersama anak perempuan atau cucu perempuan (seorang atau lebih) dari anak laki-laki.

e.    Hijab
Hijab adalah penghapusan hak waris seseorang, baik penghapusan sama sekali ataupun pengurangan bagian harta warisan karena ada ahli waris yang lebih dekat pertaliaannya (hubungannya) dengan orang yang meninggal.
Oleh karena itu hijab ada dua macam  :
1) Hijab hirman yaitu penghapusan seluruh bagian , karena ada ahli waris yang lebih dekat hubungannya dengan orang yang meninggal. Contoh cucu laki-laki dari anak laki-laki, tidak mendapat bagian selama ada anak laki-laki.
2) Hijab nuqshon yaitu pengurangan bagian dari harta warisan, karena ada ahli waris lain yang membersamai. Contoh : ibu mendapat 1/3 bagian, tetapi kala yang meninggal  mempunyai anak atau cucu atau beberapa saudara, maka bagian ibu berubah menjadi 1/6.
Dengan demikian ada ahli waris yang terhalang (tidak mendapat bagian) yang disebut mahjub hirman, ada ahli waris yang hanya bergeser atau berkurang bagiannya yang disebut mahjub nuqshan. Ahli waris  yang terakhir ini tidak akan terhalang meskipun semua ahli waris ada, mereka tetap akan mendapat bagian harta warisan meskipun dapat berkurang. Mereka adalah ahli waris dekat yang disebut al-aqrabun. Mereka terdiri dari : Suami atau istri, Anak laki-laki dan anak perempuan, Ayah dan ibu.
§  Ahli waris yang terhalang :
Berikut di bawah ini ahli waris yang terhijab atau terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat hubungannya dengan yang meninggal. Mereka adalah  :
1)    Kakek (ayah dari ayah) terhijab/terhalang oleh ayah. Jika ayah masih hidup maka kakek tidak mendapat bagian.
2)    Nenek (ibu dari ibu) terhijab /terhalang oleh ibu
3)    Nenek dari ayah, terhijab/terhalang oleh ayah dan juga oleh ibu
4)    Cucu dari anak laki-laki terhijab/terhalang oleh anak laki-laki
5)    Saudara kandung laki-laki terhijab/terhalang oleh :
a)    anak laki-laki
b)    cucu laki-laki dari anak laki-laki
c)    ayah

6)    saudara kandung perempuan terhijab/terhalang oleh :
a)    anak laki-laki
b)    ayah

7)    saudara ayah laki-laki dan perempuan terhijab/terhalang oleh :
a)    anak laki-laki
b)    anak laki-laki dan anak laki-laki
c)    ayah
d)    saudara kandung laki-laki
e)    saudara kandung perempuan
f)    anak perempuan
g)    cucu perempuan

8)    saudara seibu laki-laki / perempuan terhijab/terhalang oleh :
a)    anak laki-laki atau perempuan
b)    cucu laki-laki  atau perempuan
c)    ayah
d)    kakek

9)    Anak laki-laki dari saudara kandung laki-laki terhijab/terhalang oleh :
a)    anak laki-laki
b)    cucu laki-laki
c)    ayah
d)    kakek
e)    saudara kandung laki-laki
f)    saudara seayah laki-laki

10)  Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah terhijab/terhalang oleh :
a)    anak laki-laki
b)    cucu laki-laki
c)    ayah
d)    kakek
e)    saudara kandung laki-laki
f)    saudara seayah laki-laki

11)  Paman (saudara laki-laki sekandung ayah) terhijab/terhalang oleh :
a)    anak laki-laki
b)    cucu laki-laki
c)    ayah
d)    kakek
e)    saudara kandung laki-laki
f)    saudara seayah laki-laki

12)  Paman (saudara laki-laki sebapak ayah) terhijab/terhalang oleh :
a)    anak laki-laki
b)    cucu laki-laki
c)    ayah
d)    kakek
e)    saudara kandung laki-laki
f)    saudara seayah laki-laki

13)  Anak laki-laki paman sekandung terhijab/terhalang oleh :
a)    anak laki-laki
b)    cucu laki-laki
c)    ayah
d)    kakek
e)    saudara kandung laki-laki
f)    saudara seayah laki-laki

14)  Anak laki-laki paman seayah terhijab/terhalang oleh :
a)    anak laki-laki
b)    cucu laki-laki
c)    ayah
d)    kakek
e)    saudara kandung laki-laki
f)    saudara seayah laki-laki

15)  Cucu perempuan dari anak laki-laki terhijab/terhalang oleh :
a)    anak laki-laki
b)    dua orang perempuan jika cucu perempuan tersebut tidak bersaudara laki-laki yang menjadikan dia sebagai ashabah

4. Tata Cara dan Pelaksanaan Pembagian Warisan
a.  Langkah-langkah sebelum pembagian harta warisan
Sebelum membagi harta warisan, terdapat beberapa hal yang perlu diselesaikan terlebih dahulu oleh ahli waris. Hal pertama yang perlu dilakukan saat membagi harta warisan adalah menentukan harta warisan itu sendiri, yakni harta pribadi dari orang yang meninggal, bukan harta orang lain. Setelah jelas harta warisannya, para ahli waris harus menyelesaikan beberapa kewajiban yang mengikat muwaris, antara lain:
a.     Biaya Perawatan  jenazah
b.    Pelunasan utang piutang
1.  Hutang kepada Allah, misalnya, zakat, ibadah haji, kafarat dan lain sebagainya.
2.  Hutang kepada manusi baik berupa uang atau bentuk utang lainnya.
c.     Pelaksanaan wasiat
Wajib menunaikan seluruh wasiat muwaris selama tidak melebihi sepertiga dari jumlah seluruh harta peninggalan, meskipun muwaris menghendaki lebih. Dalam surat An-Nisa ayat 12 Allah berfirman:
مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوْصُوْنَ بِهَا أَوْ دَيْنِ
“Sesudah dipenuhi wasiat dan sesudah dibayar utangnya” (QS. An Nisa : 12).

b.  Menetapkan ahli waris yang mendapat bagian
Pada uraian di muka sudah diterangkan tentang ketentuan bagian masing-masing ahli waris. Di antara mereka ada yang mendapat ½ , ¼, 1/8, 1/3, 2/3 dan 1/6. Kita lihat bahwa semua bilangan tersebut adalah bilangan pecahan.
Cara pelaksanaan pembagian warisannya adalah dengan cara menetukan dan mengidentifikasi ahli waris yang ada. Kemudian menentukan di antara mereka yang termasuk :
   Ahli warisnya yang meninggal;
   Ahli waris yang terhalang karena sebab-sebab tertentu, seperti membunuh, perbedaan agama, dan menjadi budak.
   Ahli waris yang terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat hubungannya dengan yang meninggal;
   Ahli waris yang berhak mendapatkan warisan.

Cara pelaksanaan pembagian :  jika seorang mendapat bagian 1/3 dan mendapat bagian ½, maka pertama-tama kita harus mencari KPK ( Kelipatan Persekutuan Terkecil) dari bilangan tersebut. KPK dari kedua bilangan tersebut adalah 6, yaitu bilangan yang dapat dibagi dengan angka 3 dan 2.
Contoh : Seorang meninggal ahli waris terdiri dari ibu, bapak, suami, seorang anak laki-laki dan anak perempuan, kakek dan paman.

Sumber :  Buku Fiqih XI Kurikulum 2013


No comments: