1.
Ilmu Mawaris
a.
Pengertian
Ilmu Mawaris
Dari segi bahasa, kata mawarist (مَوَارِثُ) merupakan bentuk jamak dari kata مِيْرَاثٌ yang artinya harta yang diwariskan.
Adapun makna istilahnya adalah, ilmu tentang pembagian harta peninggalan
setelah seseorang meninggal dunia.
Ilmu mawaris disebut juga ilmu faraidh (عِلْمُ
الْفَرَائِضِ).
Kata
faraidh sendiri ditinjau dari segi bahasa merupakan bentuk jamak dari kata فريضة yang
bermakna ketentuan, bagian, atau ukuran. Karenanya bahasan inti dari ilmu
warisan adalah perkara-perkara yang terkait dengan harta warisan atau harta
peninggalan. Ringkasnya bisa dikatakan bahwa ilmu faraidh adalah disiplin ilmu
yang membahas tentang ketentuan-ketentuan atau bagian-bagian yang telah ditentukan
untuk masing-masing ahli waris.
Ilmu mawarits akan selalu terkait dengan beberapa unsur
yang sering diistilahkan dengan rukun-rukun mawarits. Dalam berbagai referensi
yang membahas tentang mawarits dipaparkan bahwa rukun-rukun mawarits ada 3
yaitu;
·
وَارِثٌ (warits)
yaitu orang yang mendapatkan harta warisan. Seorang berhak mendapatkan warisan
karena salah satu dari tiga sebab yaitu; pertalian darah, hubungan pernikahan,
dan memerdekakan budak.
·
مُوَرِثٌ (muwarrits)
yaitu orang yang telah meninggal dan mewariskan hartanya kepada ahli waritsnya.
Baik meninggalnya secara hakiki dalam arti ia telah menghembuskan nafas
terakhirnya. Atau meninggal secara taqdiri (perkiraan) semisal seorang yang
telah lama menghilang (al-mafqud) dan tidak diketahui kabar beritanya dan
tempat ia berdomisili hingga pada akhirnya hakim memutuskan bahwa orang
tersebut dihukumi sama dengan orang yang meninggal.
·
مَوْرُوْثٌ (mauruts) yaitu harta warisan yang siap dibagikan kepada ahli
waris setelah diambil untuk kepentingan pemeliharaan jenazah (tajhiz
al-janazah), pelunasan hutang mayit, dan pelaksanaan wasiat mayit. Terkadang
mauruts diistilahkan dengan mirats atau irs.
b.
Hukum Membagi
Harta Warisan
Seorang muslim dituntut menjalankan syariat Islam sesuai
dengan apa yang telah digariskan al-Qur’an dan as-Sunnah. Setiap muslim
haruslah mentaati semua perintah ataupun larangan Allah sebagai bukti
konsistensinya memegang aturan-aturan ilahi.
Demikian halnya saat syariat Islam mengatur hal-hal yang terkait
dengan pembagian harta waris. Seorang muslim harus meresponnya dengan baik dan
mematuhi aturan tersebut. Karena aturan warisan tersebut merupakan ketentuan
Allah yang pasti akan mendatangkan maslahat bagi semua hamba-hamab-Nya. Bahkan
Allah memperingatkan dengan keras siapapun yang melanggar aturan-aturan yang
telah ditetapkan-Nya (termasuk aturan warisan). Allah berfirman dalam surat
an-Nisa ayat 14 :
وَ مَنْ يَعْصِ الله َوَ رَسُوْلَهُ وَ يَتَعَدَّ حُدُوْدَهُ
يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيْهَا وَ لَهُ عَذَابٌ ُمهِيْنٌ
Artinya:”Dan
barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar
ketentuan-ketentuan-Nya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka sedang
ia kekal di dalamnya, dan baginya siksa yang menghinakan.” (Q.S. an-Nisa: 14)
Menegaskan firman Allah di atas, Rasulullah Saw juga
bersabda:
أَقْسَمُوْا اْلمَالَ بَيْنَ أَهْلِ اْلفَرَائِضِ عَلَى
كِتَابِ اللهِ (رواه مسلم و أبو داود)
Artinya: ”Bagilah harta warisan diantara ahli waris sesuai dengan
(aturan) kitab Allah.” (H.R. Muslim dan Abu Dawud).
c.
Hal-hal yang
harus dilakukan sebelum harta warisan dibagikan
Beberapa hal yang harus ditunaikan terlebih dahulu oleh
ahli waris sebelum harta warisan dibagikan adalah:
1)
Zakat. Kalau harta
yang ditinggalkan sudah saatnya dikeluarkan zakatnya, maka zakat harta tersebut
harus dibayarkan terlebih dahulu.
2)
Belanja. Yaitu
biaya yang dikeluarkan untuk pengurusan jenazah, mulai dari membeli kain kafan,
upah menggali kuburan, dan lain sebagainya.
3)
Hutang. Jika mayat
memiliki hutang, maka hutangnya harus dibayar terlebih dahulu dengan harta
warisan yang ia tinggalkan.
4)
Wasiat. Jika mayat
meninggalkan wasiat, agar sebagian harta peninggalannya diberikan kepada orang
lain. Maka wasiat inipun harus dilaksanakan.
Apabila keempat hak tersebut (zakat, biaya penguburan,
hutang mayat, dan wasiat mayat) sudah diselesaikan, maka harta warisan
selebihnya baru dapat dibagi-bagikan kepada ahli waris yang berhak menerimanya.
d.
Hukum
Mempelajari Ilmu Mawaris
Para ulama
berpendapat bahwa mempelajari dan mengajarkan ilmu mawaris adalah fardhu kifayah.
Artinya, jika telah ada sebagian kalangan yang mempelajari ilmu tersebut, maka
kewajiban yang lain telah gugur. Akan tetapi jika dalam satu daerah/wilayah tak
ada seorang pun yang mau mendalami ilmu warisan, maka semua penduduk wilayah
tersebut menanggung dosa.
Urgensi ilmu mawarits dapat kita cermati dalam satu teks
hadits dimana Rasulullah Saw menggandengkan perintah belajar al-Qur’an dan
mengajarkan al-Qur’an dengan perintah belajar dan mengajarkan ilmu
mawarits/faraidh. Rasulullah bersabda:
تَعَلَّمُوْا
الْقُرْآنَ وَعَلِّمُوْهُ النَّاسَ وَتَعَلَّمُوْا الْفَرَئِضَ وَعَلِّمُوْهَا
النَّاسَ فَاِنِّى امْرُوءٌ مَقْبُوْضٌ وَالْعِلْمُ مَرْفُوْعٌ وَيُوْشِكُ أَنْ
يَخْتَلِفَ اثْنَانِ فِى الْفَرِيْضَةِ فَلاَ يَجِدَانِ اَحَدًا يُخْبِرْهُمَا
(اخرده احمد والنسائ والدرقطتى)
Artinya:“Pelajarilah al Qur’an dan ajarkanlah kepada
orang lain, dan pelajarilah ilmu faraidh dan ajarkanlah kepada orang lain.
Karena aku adalah orang yang bakal terenggut (mati) sedang ilmu akan
dihilangkan. Hampir saja dua orang yang bertengkar tentang pembagian warisan
tidak mendapatkan seorangpun yang dapat memberikan fatwa kepada mereka” (Riwayat Ahmad, Al Nasai, dan Daruqutni)”.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
mempelajari ilmu mawarits tidak bisa dianggap sebelah mata, terutama bagi para
pendakwah atau penyeru kebajikan. Walaupun hukum awalnya fardhu kifayah, akan
tetapi dalam kondisi tertentu, saat tak ada seorangpun yang mempelajarinya maka
hukum mempelajari ilmu mawarits berubah menjadi fardhu ain.
e.
Tujuan Ilmu
Mawaris
Tujuan ilmu mawaris dapat dirangkum dalam beberapa poin
di bawah ini :
·
Memberikan
pembelajaran bagi kaum muslimin agar bertanggung jawab dalam melaksanakan
syariat Islam yang terkait dengan pembagian harta waris.
·
Menyodorkan solusi
terbaik terhadap berbagai permasalahan seputar pembagian harta waris yang
sesuai dengan aturan Allah ta’ala.
·
Menyelamatkan harta
benda si mayit hingga tidak diambil orang-orang dzalim yang tidak berhak
menerimanya.
f.
Sumber hukum
ilmu mawaris
Sumber hukum ilmu mawaris adalah al-Qur’an dan al-Hadits.
Berikut beberapa teks al-Qur’an yang menjelaskan tentang ketentuan pembagian
harta waris.
Firman Allah ta’ala dalam surat an-Nisa ayat 7
:
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari
harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak
bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit
atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan”. (QS. An Nisa : 7)
Firman Allah dalam surat an-Nisa ayat 11-12:
Artinya:”Allah
mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu : bagian
seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan dan jika anak
itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta
yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh
separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam
dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika
orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya
(saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai
beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi
wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu
dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat
(banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari
harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak.
jika Isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari
harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan)
seduah dibayar hutangnya. para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu
tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka para
isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi
wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika
seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah
dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu
saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari
kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika Saudara-saudara seibu itu
lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah
dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak
memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu
sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi
Maha Penyantun.”( Q.S.An-Nisa’/4 : 11-12 )
Adapun beberapa teks hadits yang terkait dengan
pembahasan warisan adalah:
§ Sabda Rasulullah Saw :
تعلموا الفرائض و علموها فإنها نصف العلم وهو ينسى
وهو أول علم ينتزع من أمتي
Artinya:”Belajarlan
ilmu faraidh (warisan) dan
ajarkanlah ilmu tersebut. Karena sesungguhnya ia merupakan setengah dari ilmu,
dan ia akan dilupakan, dan ia merupakan ilmu yang pertama kali dicabut dari
umatku.” (H.R. Ibnu Majah, Daruquthni)
§ Sabda
Rasulullah Saw:
تعلموا الفرائض فإنه من دينكم و إنه نصف العلم و
إنه أول علم ينزع من أمتي
Artinya:”Belajarlah
ilmu faraidh (warisan) karena sesungguhnya ia merupakan bagian agama kalian.
Dan sesungguhnya ia merupakan setengah dari ilmu. Dan sesungguhnya ia merupakan
ilmu yang akan dicabut pertama kali dari umatku.” (H.R. Ibnu Majah, Hakim dan
Baihaqi)
g.
Kedudukan ilmu
mawaris
Ilmu mawaris mempunyai kedudukan yang sangat agung dalam
Islam. Ia menjadi solusi efektif berbagai permasalahan umat terkait pembagian
harta waris. Kala ilmu mawaris diterapkan secara baik, maka urusan hak adam
akan terselesaikan secara baik. Semua ahli waris akan mendapatkan haknya secara
proporsional. Mereka tak akan didzalimi ataupun mendzalimi. Karena semuanya
sudah disandarkan pada aturan Allah ta’ala.
Selain apa yang terpaparkan di atas, keagungan ilmu
mawaris juga dapat kita rasakan kala mengamati ayat-ayat al-Qur’an yang
membicarakan persoalan waris. Allah menerangkan tekhnis pembagian harta waris
secara gamblang dan terperinci dalam beberapa ayat-Nya. Ini merupakan indikator
yang menegaskan bahwa persoalan warisan merupakan persoalan agung dan sangat
penting.
Pada beberapa hadits yang telah kita sebutkan sebelumnya,
Rasulullah juga mengingatkan umatnya untuk tidak melupakan ilmu mawaris, karena
ia merupakan bagian penting dalam agama.
2.
Sebab-sebab
seseorang mendapatkan warisan
Dalam kajian fiqh Islam hal-hal yang menyebabkan
seseorang mendapatkan warisan ada 4 yaitu :
1)
Sebab nasab
(hubungan keluarga)
Nasab yang dimaksud disini adalah nasab hakiki. Artinya
hubungan darah atau hubungan kerabat, baik dari garis atas atau leluhur si
mayit (ushul), garis keturunan (furu’), maupun hubungan kekerabatan garis
menyimpang (hawasyi), baik laki-laki maupun perempuan.
Misalnya seorang anak akan memperoleh harta warisan dari
bapaknya dan sebaliknya, atau seseorang akan memperoleh harta warisan dari
saudaranya, dll. Sebagaimana firman Allah SWT. :
Artinya:“Bagi
orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya,
dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan
kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang Telah ditetapkan.”
(QS. An Nisa : 7)
2)
Sebab pernikahan
yang sah
Yang dimaksud dengan pernikahan yang syah adalah berkumpulnya
suami istri dalam ikatan pernikahan yang syah. Dari keduanya inilah muncul
istilah-istilah baru dalam ilmu mawaris, seperti: dzawil furudh, ashobah, dan
furudh muqaddzarah. Allah Swt berfirman:
وَ لَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجَكُمْ إِنْ لمَ
ْيَكُنْ لَّهُنَّ وَلَدٌ .......
Artinya: “Dan bagimu ( suami-suami ) seperdua dari harta
yang ditinggalkan oleh isteri-isteri kamu, jika mereka tidak mempunyai anak”
(QS. An Nisa : 12)
3)
Sebab wala’ (الولاء) atau sebab jalan memerdekakan budak.
Seseorang yang memerdekakan hamba sahaya, berhak
mendapatkan warisan dari hamba sahaya tersebut kala ia meninggal dunia.
Diantara teks hadits yang menjelaskan hal ini adalah:
§
إنما
الولاء لمن أعتق
Artinya:”Sesungguhnya wala’ itu
teruntuk orang yang memerdekakan.”
§ الولاء لحمة كلحمة النسب
Artinya:”Wala’ itu sebagai keluarga
seperti keluarga karena nasab.”
Kedua
hadits di atas menjelaskan bahwa wala atau memerdekakan budak bisa menjadi
sebab seseorang mendapatkan warisan.
4)
Sebab kesamaan
agama (اتحاد الدين)
Ketika seorang muslim meninggal sedangkan ia tidak
memiliki ahli waris, baik ahli waris karena sebab nasab, nikah, ataupun wala
(memerdekakan budak) maka harta warisannya dipasrahkan kepada baitul mal untuk
maslahat umat Islam. Hal tersebut disandarkan pada sabda Rasulullah Saw:
أنا وارث من لا وارث له
Artinya:”Aku adalah
ahli waris bagi orang yang tidak mempunyai ahli waris.” (H.R. Ahmad dan Abu
Dawud)
Maksud
hadits di atas, Rasulullah menjadi perantara penerima harta waris dari siapapun
yang meninggal sedangkan ia tidak mempunyai ahli waris, kemudian Rasulullah
gunakan harta waris tersebut untuk maslahat kalangan muslimin.
3.
Hal-hal yang
menyebabkan seseorang tidak mendapatkan harta waris
Dalam kajian ilmu faraidh, hal-hal yang menyebabkan
seseorang tidak mendapatkan harta warisan masuk dalam pembahasan mawani’ul irs
(penghalang-penghalang warisan). Penghalang yang dimaksud disini adalah hal-hal
tertentu yang menyebabkan seseorang tidak mendapatkan warisan, padahal pada
awal mulanya ia merupakan orang-orang yang semestinya mendapatkan harta waris.
Orang yang terhalang mendapatkan warisan disebut dengan
mamnu’ al-irs atau mahjub bil washfi (terhalang karena adanya sifat tertentu).
Mereka adalah; pembunuh, budak, murtad,
dan orang yang berbeda agama dengan orang yang meninggalkan harta
warisnya. Berikut penjelasan singkat ketiga kelompok manusia yang masuk dalam
kategori mamnu’ al-irs tersebut :
a)
Pembunuh (القاتل)
Orang
yang membunuh salah satu anggota keluarganya maka ia tidak berhak mendapatkan
harta warisan dari yang terbunuh. Dalam salah satu qaidah fiqhiyyah dijelaskan:
من استعجل بالشيئ عوقب بحرمانه
Artinya:”Barangsiapa
yang tegesa-gesa untuk mendapatkan sesuatu, maka ia tidak diperbolehkan
menerima sesuatu tersebut sebagai bentuk hukuman untuknya.”
Rasulullah dalam salah satu sabdanya, menegaskan bahwa
seorang pembunuh tidak akan mewarisi harta yang terbunuh. Beliau bersabda
:
ليس للقاتل من الميراث شيئ
Artinya:”Seorang pembunuh tidak
mendapatkan harta warisan sedikitpun (dari yang terbunuh)
Dalam masalah tidak berhaknya pembunuh mendapatkan harta
warisan yang terbunuh, sebagain ulama memisahkan sifat pembunuhan yang terjadi.
Jika pembunuhan yang dilakukan masuk dalam kategori sengaja, maka pembunuh
tidak mendapatkan harta warisan sepeser pun dari korban. Adapun jika
pembunuhannya bersifat tersalah maka pelakunya tetap mendapatkan harta waris.
Pendapat ini dianut oleh imam Malik bin Anas dan pengikutnya.
b)
Budak (العبد)
Seseorang yang berstatus sebagai budak tidak berhak
mendapatkan harta warisan dari tuannya. Demikian juga sebaliknya, tuannya tidak
berhak mendapatkan warisan dari budaknya karena ia memang orang yang tidak
mempunyai hak milik sama sekali. Terkait dengan hal ini Allah berfirman:
ضرب الله مثلا عبدا مملوكا لا يقدر على شيئ
Artinya: “Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba
sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun.” (QS. An-Nahl: 75)
c)
Orang murtad
Murtad artinya keluar dari agama Islam. Orang murtad
tidak berhak mendapat warisan dari keluarganya yang beragama Islam. Demikian
juga sebaliknya. Rasulullah Saw bersabda :
لا يرث المسلم الكافر و لا يرث الكافر المسلم
Artinya:”Orang
islam tidak bisa mendapatkan harta warisan dari oran kafir, dan orang kafir
juga tidak bisa mendapatkan harta warisan dari seorang muslim.” (H.R. Bukhari
dan Muslim)
d)
Perbedaan Agama (اختلاف الدين)
Orang Islam tidak dapat mewarisi harta warisan orang
kafir meskipun masih kerabat keluarganya. Demikian juga sebaliknya. Dalil
syar’i terkait hal ini adalah hadits yang telah kita pelajari sebelumnya bahwa
seorang muslim tidak akan menerima warisan orang kafir, sebagaimana juga orang
kafir tidak akan menerima warisan orang muslim.
4.
Ahli waris
yang tidak bisa gugur haknya
Sebagaimana maklum adanya, dalam pembagian harta warisan
terkadang ada ahli waris yang terhalang mendapatkan harta warisan karena sebab
tertentu, dan sebagian lain ada juga yang tidak mendapatkan harta warisan
karena terhalang oleh ahli waris yang lain. Akan tetapi ada beberapa ahli waris
yang haknya untuk mendapatkan warisan tidak terhalangi walaupun semua ahli
waris ada. Mereka adalah :
- Anak laki-laki (ابن)
- Anak perempuan (بنت)
- Bapak (أب)
- Ibu (أم)
- Suami (زوج)
- Istri (زوجة)
5.
Permasalahan
Ahli Waris
a.
Klasifikasi
Ahli Waris
Ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima harta
warisan baik laki-laki maupun perempuan. Selain beberapa ahli waris yang haknya
untuk mendapatkan warisan tidak terhalang, diantara mereka ada yang disebut
dengan beberapa pengistilahan berikut:
·
Dzawil furudh yaitu
ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu,
·
Ashobah yaitu ahli
waris yang mendapatkan sisa harta warisan,
·
Mahjub yaitu ahli
waris yang terhalang mendapatkan harta warisan karena adanya ahli waris yang
lain
§ Ahli waris ditinjau dari sebab-sebab penstatusan mereka
menjadi ahli waris dapat diklasifikasikan sebagaimana berikut
:
1) Ahli waris
Sababiyah
Yaitu orang yang berhak menerima bagian harta warisan
karena hubungan perkawinan dengan orang yang meninggal yaitu suami atau istri.
2) Ahli waris
Nasabiyah
Yaitu orang yang berhak menerima bagian harta warisan
karena hubungan nasab atau pertalian
darah dengan orang yang meninggal. Ahli waris nasabiyah ini dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu :
a) Ushulul
Mayyit, yang terdiri dari bapak, ibu, kakek, nenek, dan seterusnya ke atas
(garis keturunan ke atas).
b) Furu’ul
Mayyit, yaitu anak, cucu, dan seterusnya sampai ke bawah (garis keturunan ke
bawah).
c) Al Hawasyis,
yaitu saudara paman, bibi, serta anak-anak mereka (garis keturunan ke samping)
§ Adapun ditinjau dari segi jenis kelaminnya, ahli waris
dibagi menjadi ahli waris laki-laki dan ahli waris perempuan.
Yang termasuk ahli waris laki-laki ada lima belas orang,
yaitu:
1. Suami (زوج)
2. anak laki-laki
(ابْن)
3. cucu laki-laki
(اِبْنُ الاِبْنِ)
4. bapak (أَبٌ)
5. kakek dari
bapak ( أبُوْ الاَبِ) sampai ke atas (جَدُّ
الْجَدِّ جَدُّ الاَبِ)
6. saudara
laki-laki kandung أَخُ الأَبْوَيْنَ)
7. saudara
laki-laki seayah (أَخُ الأَبِ)
8. saudara
laki-laki seibu (أَخُ الأُمِّ)
9. anak laki-laki
saudara laki-laki sekandung (إِبْنُ
الأَخِ لِلأَبَوَيْنِ)
10. anak laki-laki
saudara laki-laki seayah (اِبْنُ
الأَخِ لِلأِبِ)
11. paman sekandung
dengan bapak (عَمُّ لِلأَبَوَيْنِ)
12. paman seayah
dengan bapak (عَمُّ لِلأَبِ)
13. anak laki-laki
paman sekandung dengan bapak (إِبْنُ الْعَمِّ
لِلأَبَوَيْنِ)
14. anak laki-laki
paman seayah dengan bapak(إِبْنُ الْعَمِّ
لِلأَبِ)
15. orang yang
memerdekakan(الْمُعْتِقْ)
Jika semua ahli waris laki-laki di atas ada semua, maka
yang mendapat warisan adalah suami, anak laki-laki, dan bapak, sedangkan yang
lain terhalang مَحْجُوْب
Adapun ahli waris perempuan yaitu :
1. Istri ( زوجة)
2. Anak perempuan
( بنت)
3. Cucu perempuan
dari anak laki-laki ( بنت الإبن)
4. Ibu (الام )
5. Nenek dari
ibu (جدة
/ أم الام)
6. Nenek dari
bapak (أم الاب)
7. Seudara
perempuan kandung (أخت الابوبين)
8. Saudara
perempuan seayah (أخت
الأب)
9. Saudara
perempuan seibu (أخت
للأم)
10. Orang perempuan
yang memerdekakanمُعْتِقَة
Jika ahli waris perempuan ini semua ada, maka yang
mendapat bagian harta warisan adalah : istri, anak perempuan, ibu, cucu
perempuan dari anak laki-laki dan saudara perempuan kandung.
Selanjutnya,
jika seluruh ahli waris ada baik laki-laki maupun perempuan yang mendapat
bagian adalah suami/istri, Bapak/ibu dan anak ( laki-laki dan perempuan ).
b.
Furudhul
Muqaddarah
Yang dimaksud dengan furudhul muqaddarah adalah
bagian-bagian tertentu yang telah ditetapkan al-Qur’an bagi beberapa ahli waris
tertentu. Bagian-bagian tertentu tersebut ada 6 yaitu:
1) 1/2 (اَنِّصْفَ)
2) 1/4 (اَلرُّبْعُ)
3) 1/8 (اَلثُّمْنُ)
4) 1/3 (اَلثُّلُثُ )
5) 2/3 (اَلثُّلُثَانِ)
6) 1/6 (السدس)
c.
Dzawil Furudz
Dzawil furudh adalah beberapa ahli waris yang mendapatkan
bagian tertentu sebagaimana tersebut di atas. Mereka diistilahkan juga dengan
ashabul furudh.
Adapun rincian bagian-bagian tertentu tersebut
sebagaimana dipaparkan dalam al-Qur’an adalah:
1) Ahli waris yang
mendapat bagian ½, ada lima ahli waris, yaitu:
a) Anak perempuan
(tunggal), dan jika tidak ada anak laki-laki.
Berdasarkan firman Allah :
“Jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh
1/2 harta.” (QS. An Nisa/4 : 11)
b) Cucu perempuan
tunggal dari anak laki-laki selama tidak ada :
• anak laki-laki;
• cucu laki-laki
dari anak laki-laki;
c) Saudara perempuan kandung tunggal, jika tidak ada :
• Anak laki-laki
atau anak perempuan;
• Cucu laki-laki atau
perempuan dari anak laki-laki;
• Bapak;
• Kakek ( bapak
dari bapak );
• Saudara
laki-laki sekandung.
Firman Allah SWT :
”Jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai
anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu
seperdua dari harta yang ditinggalkannya”. (Q.S. An-Nisa’/4 :176 )
d) Saudara perempuan
seayah tunggal, dan jika tidak ada :
• Anak laki-laki
atau anak perempuan;
• Cucu laki-laki
atau perempuan dari anak laki-laki;
• Bapak;
• Kakek ( bapak dari
bapak );
• Saudara perempuan
sekandung.
• saudara laki-laki
sebapak.
e) Suami, jika tidak ada :
• anak laki-laki
atau perempuan
• cucu laki-laki
atau perempuan dari anak laki-laki.
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang
ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak”(Q.S.
An-Nisa’/4 :12 )
2) Ahli waris yang
mendapat bagian 1/4
a) Suami, jika
ada :
• anak laki-laki
atau perempuan
• cucu laki-laki
atau perempuan dari anak laki-laki
فإن كان لهن ولد فلكم الربع مما تركن (النساء : 12)
“Apabila istri-istri kamu itu
mempunyai anak maka kamu memperoleh seperempat harta yang ditinggalkan” (Q.S,
an-Nisa/4 : 12)
b) Istri (seorang
atau lebih), jika ada :
• anak laki-laki
atau perempuan
• cucu laki-laki
atau perempuan dari anak laki-laki.
ولهن الربع مما تركتم إن لم يكن لكم ولد
(النساء:
12)
“Dan bagi istri-istrimu mendapat seperempat dari harta
yang kamu tinggalkan apabila kamu tidak meninggalkan anak”. (Q.S. An-Nisa’/4:
12)
3) Ahli waris yang
mendapat bagian 1/8
Ahli waris yang mendapat bagian 1//8 adalah istri baik
seorang atau lebih, jika ada :
• anak laki-laki
atau perempuan
• cucu laki-laki
atau perempuan dari anak laki-laki.
فإن كان لكم ولد فلهن الثمن مما تركتم (النساء:
12)
“Apabila kamu mempunyai anak, maka untuk istri-istrimu
itu seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan “. (Q.S.An-Nisa’/4 : 12)
4) Ahli waris yang
mendapat bagian 2/3
Dua pertiga ( 2/3) dari
harta pusaka menjadi bagian empat orang
:
a) Dua orang anak
perempuan atau lebih jika mereka tidak mempunyai saudara laki-laki.
Firman Allah dalam Al-Qur’an :
فإن كن نساء فوق اثنتين فلهن ثلثا ما ترك
Artinya:“Jika anak
itu semua perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta
yang ditinggalkan.”(Q.S. An-Nisa’ /4 : 11 )
b) Dua orang cucu
perempuan atau lebih dari anak laki-laki jika tidak ada anak perempuan atau
cucu laki-laki dari anak laki-laki.
c) Dua orang
saudara perempuan kandung atau lebih, jika tidak ada anak perempuan atau cucu
perempuan dari anak laki-laki atau saudara laki-laki kandung.
Firman Allah dalam Al-Qur’an :
فإن كانتا اثنتين فاهما الثلثان مما ترك
Artinya:“Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang,
maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkannya oleh yang
meninggal.”(Q.S. An-Nisa’/4 : 176 )
d) Dua orang
perempuan seayah atau lebih, jika tidak ada anak atau cucu dari anak laki-laki
dan saudara laki-laki seayah.
5) Ahli waris yang
mendapat bagian 1/3
a) Ibu, jika yang
meninggal tidak memiliki anak atau cucu dari anak laki-laki atau
saudara-saudara.
فإن لم يكن له ولد وورثه أبواه فلأمه الثلث
Artinya:“jika
orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya
(saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai
beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam”. (QS. An Nisa : 11).
b) Dua orang
saudara atau lebih baik laki-laki atau perempuan yang seibu.
Firman Allah dalam Al-Qur’an :
فإن كانوا أكثر من ذالك فهم شركاء فى الثلث
Artinya:“Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari
satu orang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu”. (Q.S. An-Nisa’/4 :
12
6) Ahli waris yang
mendapat bagian 1/6
Bagian seperenam (1/6) dari harta pusaka menjadi milik
tujuh orang :
a) Ibu, jika yang
meninggal itu mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki atau dua orang atau
lebih dari saudara laki-laki atau perempuan.
b) Bapak, bila
yang meninggal mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki.
Firman Allah dalam Al-Qur’an :
ولأبويه لكل واحد منهما السدس مما ترك إن كان له
ولد
Artinya:“Dan untuk dua orang ibu bapak, bagi
masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal
itu mempunyai anak”.(Q.S. an-Nisa’/4:11)
c) Nenek (Ibu
dari ibu atau ibu dari bapak), bila tidak ada ibu. Dalil syar’i yang terkait
dengan hal ini adalah, hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan an-Nasa’i:
أن النبي ص.م. جعل للجدة إذا لم يكن دونها أم (رواه
أبو داود و النسائى)
“Bahwasanya Nabi SAW. telah
memberikan bagian seperenam kepada nenek, jika tidak terdapat (yang
menghalanginya), yaitu ibu”.(H.R. Abu Dawud dan Nasa’i )
d) Cucu perempuan
dari anak laki-laki, seorang atau lebih, jika bersama-sama seorang anak perempuan. Dalil syar’i yang
terkait dengan hal ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari:
قضى النبي ص.م. السدس لبنت الابن مع بنت الصلب (رواه البخاري)
Artinya:“ Nabi SAW. telah menetapkan seperenam bagian
untuk cucu perempuan dari anak laki-laki, jika bersama dengan anak perempuan”.
(H.R. Bukhari ).
e) Kakek, jika
yang meninggal mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki, dan tidak ada
bapak.
f) Seorang
saudara seibu (laki-laki atau perempuan),
jika yang meninggal tidak mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki
dan bapak.
Firman Allah dalam Al-Qur’an :
وله أخ أو أخت فلكل واحد من منهما السدس
Artinya:“Tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki seibu
saja, atau saudara perempuan seibu saja, maka bagi masing-masing kedua saudara
ibu seperenam harta”. ( Q.S. An-Nisa’/4 : 12 )
g) Saudara
perempuan seayah seorang atau lebih, jika yang meninggal dunia mempunyai
saudara perempuan sekandung dan tidak ada saudara laki-laki sebapak.
Ahli waris yang
tergolong dzawil furudz dan kemungkinan bagian masing-masing adalah sebagai
berikut :
1) Bapak
mempunyai tiga kemungkinan :
a) 1/6 jika
bersama anak laki-laki.
b) 1/6 dan
ashabah jika bersama anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki.
c) ashabah jika
tidak ada anak.
2) Kakek (bapak
dari bapak) mempunyai 4 kemungkinan :
a) 1/6 jika
bersama anak laki-laki atau perempuan
b) 1/6 dan
ashabah jika bersama anak laki-laki atau
perempuan
c) Ashabah
ketika tidak ada anak atau bapak.
d) Mahjub atau
terhalang jika ada bapak.
3) Suami
mempunyai dua kemungkinan ;
a) 1/2 jika yang
meninggal tidak mempunyai anak.
b) 1/4 jika yang
meninggal mempunyai anak.
4) Anak perempuan
mempunyai tiga kemungkinan ;
a) 1/2 jika
seorang saja dan tidak ada anak laki-laki.
b) 2/3 jika dua
orang atau lebih dan jika tidak ada anak laki-laki.
c) menjadi
ashabah, jika bersamanya ada anak laki-laki.
5) Cucu perempuan
dari anak laki-laki mempunyai 5
kemungkinan ;
a) 1/2 jika
seorang saja dan tidak ada anak dan cucu laki-laki dari anak laki-laki.
b) 2/3 jika cucu
perempuan itu dua orang atau lebih dan tidak ada anak dan cucu laki-laki dari
anak laki-laki.
c) 1/6 jika
bersamanya ada seorang anak perempuan dan tidak ada anak laki-laki dan cucu
laki-laki dari anak laki-laki.
d) menjadi
ashabah jika bersamanya ada cucu laki-laki.
e) Mahjub/terhalang
oleh dua orang anak perempuan atau anak laki-laki.
6) Istri
mempunyai dua kemungkinan ;
a) 1/4 jika yang
meninggal tidak mempunyai anak.
b) 1/8 jika yang
meninggal mempunyai anak.
7) Ibu mempunyai
tiga kemungkinan;
a) 1/6 jika yang
meninggal mempunyai anak.
b) 1/3 jika yang
meninggal tidak mempunyai anak atau dua orang saudara.
c) 1/3 dari sisa
ketika ahli warisnya terdiri dari suami, Ibu dan bapak, atau istri, ibu dan
bapak.
8) Saudara
perempuan kandung mempunyai lima kemungkinan
a) 1/2 kalau ia
seorang saja.
b) 2/8 jika dua
orang atau lebih.
c) ashabah kalau
bersama anak perempuan.
d) Mahjub/tertutup
jika ada ayah atau anak laki-laki atau cucu laki-laki.
9) Saudara
perempuan seayah mempunyai tujuh kemungkinan
a) 1/2 jika ia
seorang saja.
b) 2/3 jika dua
orang atau lebih.
c) ashabah jika
bersama anak perempuan atau cucu perempuan.
d) 1/6 jika
bersama saudara perempuan sekandung.
e) Mahjub/terhalang
oleh ayah atau anak laki-laki, atau cucu laki-laki atau saudara laki-laki
kandung atau saudara kandung yang menjadi ashabah.
10) Saudara
perempuan atau laki-laki seibu mempunyai tiga kemungkinan.
a) 1/6 jika
seorang, baik laki-laki atau perempuan.
b) 1/3 jika ada
dua orang atau lebih baik laki-laki atau permpuan.
c) Mahjub/terhalang
oleh anak laki-laki atau perempuan, cucu laki-laki, ayah atau nenek laki-laki.
11) Nenek (ibu dari
ibu) mempunyai dua kemungkinan
a) 1/6 jika
seorang atau lebih dan tidak ada ibu.
b) Mahjub/terhalang
oleh ibu.
d.
’Ashabah
Menurut bahasa ashabah adalah bentuk jamak dari ”Ashib”
yang artinya mengikat, menguatkan hubungan kerabat/nasab. Menurut syara’ ’ashabah
adalah ahli waris yang bagiannya tidak ditetapkan tetapi bisa mendapat semua
harta atau sisa harta setelah harta dibagi kepada ahli waris dzawil furudz.
Ahli waris yang menjadi ashabah mempunyai tiga
kemungkinan:
Pertama; mendapat seluruh harta waris saat ahli waris
dzawil furudh tidak ada
Kedua: Mendapat sisa harta waris bersama ahli waris
dzawil furudz saat ahli waris dzawil ada
Ketiga: Tidak mendapatkan sisa harat warisan karena
warisan telah habis dibagikan kepada ahli waris dzawil furudz.
Di dalam istilah ilmu faraidh, macam-macam ‘ashabah ada
tiga yaitu :
1) ‘Ashabah
Binnafsihi yaitu ahli waris yang menerima sisa harta warisan dengan sendirinya,
tanpa disebabkan orang lain. Ahli waris yang masuk dalam kategori ashabah
binafsihi yaitu:
a) Anak
laki-laki
b) Cucu laki-laki
c) Ayah
d) Kakek
e) Saudara
kandung laki-laki
f) Sudara seayah
laki-laki
g) Anak laki-laki
saudara laki-laki kandung
h) Anak laki-laki
saudara laki-laki seayah
i) Paman kandung
j) Paman seayah
k) Anak laki-laki
paman kandung
l) Anak
laki-laki paman seayah
m) Laki-laki yang
memerdekakan budak
Apabila semua ashabah ada, maka tidak semua ashabah
mendapat bagian, akan tetapi harus didahulukan orang-orang (para ashabah) yang
lebih dekat pertaliannya dengan orang yang meninggal. Jadi, penentuannya diatur
menurut nomor urut tersebut di atas.
Jika ahli waris yang ditinggalkan terdiri dari anak
laki-laki dan anak perempuan, maka mereka mengambil semua harta ataupun semua
sisa. Cara pembagiannya ialah, untuk anak laki-laki mendapat dua kali lipat
bagian anak perempuan. Firman Allah dalam al-Qur’an :
يوصيكم الله فى أولادكم للذكر مثل حظ الأنثين
Artinya: “Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian
pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan
bagahian dua orang anak perempuan”. (Q.S.An-Nisa’/4 : 11)
2) Ashabah Bilghair
yaitu anak perempuan, cucu perempuan, saudara perempuan seayah, yang menjadi ashabah jika
bersama saudara laki-laki mereka masing-masing ( ‘Ashabah dengan sebab terbawa
oleh laki-laki yang setingkat ).
Berikut keterangan lebih lanjut terkait beberapa
perempuan yang menjadi ashabah dengan sebab orang lain
:
a) Anak laki-laki
dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi ‘ashabah
b) Cucu laki-laki
dari anak laki-laki, juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi
‘ashabah.
c) Saudara
laki-laki sekandung, juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi
‘ashabah.
d) Saudara laki-laki
sebapak, juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi ‘ashabah.
Ketentuan pembagian harta waris dalam ashabah bil
ghair,“bagian pihak laki-laki (anak, cucu, saudara laki-laki) dua kali lipat
bagian pihak perempuan (anak, cucu, saudara perempuan)”.
Allah berfirman adalam al-Qur’an :
و إن كانوا إخوة رجالا و نساء فللذكر مثل حظ
الأنثيين
Artinya:“Jika mereka (ahli waris itu terdiri dari)
Saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki
sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan”. (.Q.S, An-Nisa’ /4 : 176 )
3) ‘Ashabah
Ma’algha’ir ( ‘ashabah bersama orang lain ) yaitu ahli waris perempuan yang
menjadi ashabah dengan adanya ahli waris perempuan lain. Mereka adalah :
a) Saudara
perempuan sekandung menjadi ashabah bersama dengan anak perempuan (seorang atau
lebih) atau cucu perempuan dari anak laki-laki.
b) Saudara
perempuan seayah menjadi ashabah jika bersama anak perempuan atau cucu
perempuan (seorang atau lebih) dari anak laki-laki.
e.
Hijab
Hijab adalah penghapusan hak waris seseorang, baik
penghapusan sama sekali ataupun pengurangan bagian harta warisan karena ada
ahli waris yang lebih dekat pertaliaannya (hubungannya) dengan orang yang
meninggal.
Oleh karena itu hijab ada dua macam
:
1) Hijab hirman yaitu penghapusan seluruh bagian , karena
ada ahli waris yang lebih dekat hubungannya dengan orang yang meninggal. Contoh
cucu laki-laki dari anak laki-laki, tidak mendapat bagian selama ada anak
laki-laki.
2) Hijab nuqshon yaitu pengurangan bagian dari harta
warisan, karena ada ahli waris lain yang membersamai. Contoh : ibu mendapat 1/3
bagian, tetapi kala yang meninggal mempunyai anak atau cucu atau beberapa
saudara, maka bagian ibu berubah menjadi 1/6.
Dengan demikian ada ahli waris yang terhalang (tidak
mendapat bagian) yang disebut mahjub hirman, ada ahli waris yang hanya bergeser
atau berkurang bagiannya yang disebut mahjub nuqshan. Ahli waris yang terakhir ini tidak akan terhalang
meskipun semua ahli waris ada, mereka tetap akan mendapat bagian harta warisan
meskipun dapat berkurang. Mereka adalah ahli waris dekat yang disebut al-aqrabun.
Mereka terdiri dari : Suami atau istri, Anak laki-laki dan anak perempuan, Ayah
dan ibu.
§ Ahli waris yang terhalang :
Berikut di bawah ini ahli waris yang terhijab atau
terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat hubungannya dengan yang meninggal.
Mereka adalah :
1) Kakek (ayah
dari ayah) terhijab/terhalang oleh ayah. Jika ayah masih hidup maka kakek tidak
mendapat bagian.
2) Nenek (ibu
dari ibu) terhijab /terhalang oleh ibu
3) Nenek dari
ayah, terhijab/terhalang oleh ayah dan juga oleh ibu
4) Cucu dari anak
laki-laki terhijab/terhalang oleh anak laki-laki
5) Saudara
kandung laki-laki terhijab/terhalang oleh :
a) anak laki-laki
b) cucu laki-laki
dari anak laki-laki
c) ayah
6) saudara
kandung perempuan terhijab/terhalang oleh :
a) anak laki-laki
b) ayah
7) saudara ayah
laki-laki dan perempuan terhijab/terhalang oleh :
a) anak laki-laki
b) anak laki-laki
dan anak laki-laki
c) ayah
d) saudara
kandung laki-laki
e) saudara
kandung perempuan
f) anak perempuan
g) cucu perempuan
8) saudara seibu
laki-laki / perempuan terhijab/terhalang oleh :
a) anak laki-laki
atau perempuan
b) cucu
laki-laki atau perempuan
c) ayah
d) kakek
9) Anak laki-laki
dari saudara kandung laki-laki terhijab/terhalang oleh :
a) anak laki-laki
b) cucu laki-laki
c) ayah
d) kakek
e) saudara
kandung laki-laki
f) saudara seayah
laki-laki
10) Anak laki-laki
dari saudara laki-laki seayah terhijab/terhalang oleh :
a) anak laki-laki
b) cucu laki-laki
c) ayah
d) kakek
e) saudara
kandung laki-laki
f) saudara seayah
laki-laki
11) Paman (saudara laki-laki sekandung ayah)
terhijab/terhalang oleh :
a) anak laki-laki
b) cucu laki-laki
c) ayah
d) kakek
e) saudara
kandung laki-laki
f) saudara seayah
laki-laki
12) Paman (saudara
laki-laki sebapak ayah) terhijab/terhalang oleh :
a) anak laki-laki
b) cucu laki-laki
c) ayah
d) kakek
e) saudara
kandung laki-laki
f) saudara seayah
laki-laki
13) Anak laki-laki
paman sekandung terhijab/terhalang oleh :
a) anak laki-laki
b) cucu laki-laki
c) ayah
d) kakek
e) saudara
kandung laki-laki
f) saudara seayah
laki-laki
14) Anak laki-laki
paman seayah terhijab/terhalang oleh :
a) anak laki-laki
b) cucu laki-laki
c) ayah
d) kakek
e) saudara
kandung laki-laki
f) saudara seayah
laki-laki
15) Cucu perempuan
dari anak laki-laki terhijab/terhalang oleh :
a) anak laki-laki
b) dua orang
perempuan jika cucu perempuan tersebut tidak bersaudara laki-laki yang
menjadikan dia sebagai ashabah
4. Tata Cara dan
Pelaksanaan Pembagian Warisan
a. Langkah-langkah
sebelum pembagian harta warisan
Sebelum membagi harta warisan, terdapat beberapa hal yang
perlu diselesaikan terlebih dahulu oleh ahli waris. Hal pertama yang perlu
dilakukan saat membagi harta warisan adalah menentukan harta warisan itu
sendiri, yakni harta pribadi dari orang yang meninggal, bukan harta orang lain.
Setelah jelas harta warisannya, para ahli waris harus menyelesaikan beberapa kewajiban
yang mengikat muwaris, antara lain:
a. Biaya
Perawatan jenazah
b. Pelunasan
utang piutang
1. Hutang kepada
Allah, misalnya, zakat, ibadah haji, kafarat dan lain sebagainya.
2. Hutang kepada
manusi baik berupa uang atau bentuk utang lainnya.
c. Pelaksanaan
wasiat
Wajib menunaikan seluruh wasiat muwaris selama tidak
melebihi sepertiga dari jumlah seluruh harta peninggalan, meskipun muwaris
menghendaki lebih. Dalam surat An-Nisa ayat 12 Allah berfirman:
مِنْ
بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوْصُوْنَ بِهَا أَوْ دَيْنِ
“Sesudah dipenuhi wasiat dan sesudah dibayar utangnya”
(QS. An Nisa : 12).
b. Menetapkan ahli
waris yang mendapat bagian
Pada uraian di muka sudah diterangkan tentang ketentuan
bagian masing-masing ahli waris. Di antara mereka ada yang mendapat ½ , ¼, 1/8,
1/3, 2/3 dan 1/6. Kita lihat bahwa semua bilangan tersebut adalah bilangan
pecahan.
Cara pelaksanaan pembagian warisannya adalah dengan cara
menetukan dan mengidentifikasi ahli waris yang ada. Kemudian menentukan di
antara mereka yang termasuk :
• Ahli warisnya yang meninggal;
• Ahli waris yang terhalang karena sebab-sebab
tertentu, seperti membunuh, perbedaan agama, dan menjadi budak.
• Ahli waris yang terhalang oleh ahli waris
yang lebih dekat hubungannya dengan yang meninggal;
• Ahli waris yang berhak mendapatkan warisan.
Cara pelaksanaan pembagian : jika seorang mendapat bagian 1/3 dan mendapat
bagian ½, maka pertama-tama kita harus mencari KPK ( Kelipatan Persekutuan
Terkecil) dari bilangan tersebut. KPK dari kedua bilangan tersebut adalah 6,
yaitu bilangan yang dapat dibagi dengan angka 3 dan 2.
Contoh : Seorang meninggal ahli waris terdiri dari ibu,
bapak, suami, seorang anak laki-laki dan anak perempuan, kakek dan paman.
Sumber : Buku Fiqih XI Kurikulum 2013
No comments:
Post a Comment